Revitalisasi Cara Memajukan Kesenian Sumut

Oleh: Fahrin Malau. PROVINSI Sumatera Utara (Sumut) baru saja usai menggelar Festival Danau Toba yang dipusatkan di Kabupaten Samosir. Berbagai acara kesenian ditampilkan.

Tidak saja kesenian asal Sumut, juga menampilkan kesenian dari beberapa provinsi di Indonesia ditambah kesenian dari luar negeri.

Tidak dapat disangkal lagi, Sumatera Utara merupakan gudang kesenian. Tidak banyak provinsi di Indonesia yang memiliki beragam kesenian yang masing-masing memiliki perbedaan. Sayangnya, beragam kesenian yang dimiliki Sumut tidak mampu dikemas dengan baik sebagai potensi pariwisata.

Mandeknya kesenian di Sumut membuktikan tidak ada keseriusan pemerintah provinsi dan kabupaten. Kesenian masih dinomorduakan. Pegiat kesenian harus berjuang sendiri dalam mengembangkan kesenian. Demi kecintaan terhadap seni, rela mengeluarkan biaya sendiri.

Tidak berkembangnya kesenian di Sumut lagi-lagi minimnya anggaran yang disediakan. Mimimnya anggaran kesenian diakui Unit Pelaksana Teknis (UPT) Taman Budaya Sumatera Utara, Drs. Jamal Karo-Karo Msn. Keterbatasan anggaran salah satu penyebab pergelaran kesenian sangat sedikit dilaksanakan. Berbeda dengan beberapa provinsi di Indonesia, seperti Provinsi Kepulauan Riau, Sumatera Barat, Yogyakarta dan beberapa daerah lainnya menyediakan anggaran yang cukup besar mencapai miliaran rupiah untuk mendukung masyarakat berkesenian.

“Minimnya anggaran kesenian di Sumut bukti ketidakseriusan pemerintah Sumut dalam memajukan kesenian di daerah ini,” ungkap anggota Komisi E DPRD Sumatera Utara dari Fraksi FDI Perjuangan, Brilian Moktar.

Bila minimnya anggaran kesenian di Sumut disebabkan tidak didukung DPRD Sumut tidak lah benar. Selama ini DPRD Sumut sangat mendukung pengembangan kesenian. Selama ini pemerintah tidak mengajukan anggaran kesenian dengan berbagai program yang akan dilaksanakan.

“Saya sudah tiga tahun dan ini jalan ke empat masuk di badan anggaran (Banggar) tidak melihat adanya pengajuan anggaran untuk kesenian dengan program yang jelas. Harusnya UPT mampu menyakinkan atasanya yakni Gubernur atau Sekda untuk mengajukan anggaran. Bukankah dalam mengajukan anggaran ada mekanisme yang harus dilalui. Bisa ketika DPRD Sumut melakukan reses, musrembang,” ungkap Brilian.

Tidak dapat dipungkiri, ketersediaan anggaran yang memadai dapat membantu pengembangan kesenian di daerah ini. Dengan adanya anggaran yang memadai tentu berbagai pergelaran kesenian dapat dilaksanakan. Persoalannya apakah dengan disediakan anggaran yang memadai kesenian di daerah dapat berkembang dan mampu menjadi ikon pariwisata.

Dukungan anggaran yang memadai dapat menjadi kesenian di daerah ini lebih baik, belum menjadi jaminan. Banyak faktor lain yang dapat mendukung berkembanga atau tidaknya kesenian. Salah satu kemampuan para pelaku dalam memanagemen kesenian. Berapa banyak pun anggaran yang disediakan bila tidak mampu memanagemen akan sia-sial.

Menurut Brilian, persoalan yang paling penting bukan di soal anggaran melainkan bagaimana kemampuan kepala UPT TBSU dalam memanagemen kesenian di daerah ini. Kepala UPT TBSU harus mampu merangkul pelaku seni untuk menyusun perencanaan kesenian di daerah ini mulai tingkat daerah, nasional dan internasional. Kenyataannya sampai sekarang UPT TBSU tidak berhasil menyusun program kesenian. Disinilah, UPT TBSU bersama-sama dengan pelaku seni menyakinkan Gubernur untuk menyediakan anggaran. Bila Gubernur mau memberikan anggaran, DPRD Sumut pasti memperjuangkan selama anggaran yang diajukan dapat dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan.

Kenyataan yang terjadi. Justru banyak persoalan kesenian disebabkan oleh kepengurusan. Misalnya persoalan kepengurusan Dewan Kesenian Sumatera Utara (DKSU) yang sampai sekarang belum terselesaikan. Bagaimana kesenian di daerah ini bila orang-orang yang mengurus kesenian tidak profesional. Dinilah pemerintah Sumut memainkan perannya dengan menempatkan orang-orang yang mampu bekerja mengangkat kesenian.

Ambil Alih

Persoalan lahan TBSU yang merupakan milik Pemko Medan yang sampai sekarang belum dapat terselesaikan bukti ketidakseriusan pemerintah Sumut dalam mengembangkan kesenian. Harusnya persoalan lahan TBSU jangan sampai menimbulkan keresahan dikalangan seniman dalam berkreativitas.

Harus diakui. Lahan TBSU merupakan aset Pemko Medan. Aset Pemerintah Sumut hanya bangunan. Bila Gubernur punya keinginan untuk menyelesaikan persoalan lahan TBSU dapat melakukan negoisasi dengan Pemko Medan. Selama ini banyak aset Pemerintah Sumut beralih tangan ke Pemko Medan seperti Rumah Sakit Pirngadi, Rumah Sakit Paru-Paru yang lahannya begitu luas. Mengapa lahan TBSU Gubernur tidak bisa melakukan negoisasi agar beralih ke Pemerintah Sumut. Bukankah keberadaan TBSU juga untuk masyarakat Kota Medan dan sebagian kecil masyarakat di luar Kota Medan. Bukankah TBSU juga untuk kepentingan pemerintah.

Bila Pemko Medan tidak mau memberikan kepada Pemerintah Sumut secara cuma-cuma, dapat dilakukan dengan cara membeli yang mempergunakan anggaran APBD.

“Saya melihat negoisasi yang dilakukan Gubernur ke Walikota atau Bupati sangat lemah. Ini membuktikan Gubernur tidak fokus menyelamatkan seni dan budaya daerah,” terangnya.

Solusinya adalah perlu adanya revitalisasi total dengan menempati orang-orang yang mengerti tentang seni dan budaya. Di daerah ini banyak orang memiliki kemampuan dalam memajukan kesenian. Misalnya dengan melibatkan pihak akademisi seperti Unimed, USU. Begitu juga orang-orang yang duduk di DKSU harus orang yang memiliki kemauan dalam memajukan kesenian, bukan sekadar mencari popularitas atau proyek. Tidak hanya itu, orang yang menjadi pengurus DKSU adalah orang yang memiliki link ke berbagai pihak baik daerah, nasional dan internasional. Tujuan link yang dimiliki dapat melakukan kerjasama dalam berkesenian. Bila orang-orang yang mengurus kesenian tidak memiliki kemampuan sebaiknya mengundurkan diri agar kesenian tidak terpuruk.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *