PLN Terus Merugi, Pejabat PLN Hampir Semua Kaya-raya
“Banyak sekali alasan kenapa P2TL harus diaudit,” kata Brilian kepada wartawan di Medan, Minggu (11/3). Menurut Brilian, penyelenggaraan P2TL di Sumut disinyalir hampir persis dengan praktek penggelapan pajak di Jakarta yang saat ini sedang menjadi pemberitaan hangat.
Jika di Jakarta, petugas pajak diduga menakuti wajib pajak dengan berbagai ketentuan yang harus diselesaikan dan disinyalir berujung dengan “kerjasama” untuk saling menguntungkan.
Di Sumut, pola seperti itu diduga dilakukan oknum petugas P2TL dengan menuduh masyarakat melakukan pelanggaran atau pencurian arus listrik dan menetapkan denda puluhan dan ratusan juta hingga miliaran rupiah. Dugaan itu muncul setelah membaca pemberitaan beberapa media massa tentang keberhasilan PLN Sumut menyetor dana lebih kurang Rp37 miliar dari kegiatan P2TL. Di satu sisi, pihaknya memberikan apresiasi atas keberhasilan PLN itu dan mendukung upaya penertiban listrik untuk menyelamatkan aset negara.
Namun di sisi lain, laporan PLN itu menjadi tanda tanya besar karena dana yang disetorkan itu terlalu kecil jika dibandingkan dengan target yang menjadi kegiatan P2TL.
Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi D DPRD SU pada 16 Februari 2012, GM PLN Wilayah Sumut Krisna Simbaputra menyebutkan telah melakukan penertiban terhadap 14.706 pengguna listrik yang semuanya terbukti bersalah.
Dari pengaduan yang ditangani Posko P2TL Fraksi PDI Perjuangan DPRD SU, tidak ada pelanggan PLN yang menjadi target P2TL yang mendapatkan denda di bawah Rp5 juta. Yang perlu dicatat, tidak sedikit pula pelanggan yang dianggap bersalah didenda ratusan juta hingga miliaran rupiah seperti yang dialami PT Sari Tani Jaya (PT-STJ) di Jalan Titi Besi Baru Desa Galang, Kabupaten Deliserdang yang didenda Rp3 milyar lebih.
Jika seluruh pelanggan PLN yang dianggap bersalah itu didenda Rp5 juta saja, terkumpul dana lebih Rp70 miliar.
“Kalau begitu, kenapa PLN hanya setor Rp37 miliar. Kemana dana yang lain. Itu yang perlu diaudit”, katanya.
Dari kondisi itu, tidak mengherankan jika PLN selalu mengumumkan kondisi rugi atas operasional listrik, terutama karena banyaknya pencurian arus listrik. Namun anehnya, petinggi PLN hampir semua kaya raya meski perusahaan yang dikelolanya selalu mengalami kerugian.
“Dari pengaduan pelanggan, ada pejabat PLN di Sumut yang ngomong kalau pilek saja berobat ke Singapura,” kata Brilian Moktar. Bendaharawan Fraksi PDI Perjuangan DPRD SU itu menambahkan, P2TL disinyalir hampir sama dengan penggelapan pajak tetapi belum terungkap ke permukaan dan belum ada institusi penegak hukum yang mengusutnya. Pihaknya merasa aneh dengan institusi penegak hukum di Sumut yang sepertinya enggan mengusut dugaan penyelewengan dalam kegiatan P2TL di Sumut.
Rekonstruksi
Padahal dari dua kali tim Poldasu yang turun ke lapangan untuk mempelajari kegiatan P2TL di PT STJ, tidak ditemukan sejumlah bukti jika perusahaan itu melakukan pelanggaran seperti yang dituduhkan PLN hingga didenda mencapai Rp 3 miliar lebih.
Pihak Poldasu menggelar rekonstruksi, Kamis (8/3) lalu, namun tidak ditemukan kesalahan PT-STJ melakukan penyimpangan seperti pencurian daya atau energi listrik seperti yang dituduhkan pihak PLN hingga melakukan pemutusan. Dalam rekonstruksi tersebut yang dipimpin Ditreskrimsus Kompol Robin Simatupang SH (Ditreskrimsus) didampingi Kompol Mahkota Hia (Ditreskrimum) menghadirkan pihak PLN Wilayah Sumut, PLN Cabang Lubuk Pakam, P2TL, Labfor Mabes Polri Cabang Medan, Dinas Metrologi, Ahli USU dan Pimpinan PT STJ itu tidak ditemukan penyelewengan penggunaan daya, melainkan segel dan kawat segel rusak termakan usia atau disebut keropos akibat alam.
Kompol Robin Simatupang memperlihatkan barang bukti yang disita berupa segel PT fase S yang sudah putus, kawat segel fase R yang sudah rapuh. Sementara kawat segel fase T masih melekat diterminal yang sudah dalam keadaan rapuh termakan usia.
Rekonstruksi pun kembali melakukan pemeriksaan bok Alat Pembatas dan Pengukur (APP) yang terdapat di dalam halaman PT-STJ disaksikan pihak PLN, Dinas Meteologi dan Ahli USU juga tidak menemukan kerusakan pada bok APP tersebut semua dalam keadaan baik. Sementara itu, petugas P2TL Suriono dalam pemeriksaan di Poldasu mengatakan, bahwa segel dan kawat segel yang di CT dan PT rusak bukan karena perbuatan manusia melainkan faktor alam dan kerusakan segel dan kawat tersebut disebabkan tidak adanya perawatan yang dilakukan pihak PLN.
Revisi Dasar Hukum
“Demi keadilan dan penegakan hukum di tanah air, Poldasu, Kejatisu, BPK, bahkan KPK harus mengusut kegiatan P2TL di Sumut yang telah meresahkan masyarakat,” katanya.
Selain audit dan pengusutan, Brilian juga mengharapkan pemerintah merevisi dasar hukum kegiatan P2TL yang selama ini kurang kuat dan menyalahi prosedur. Alasan pertama, kata Brilian, SK Direksi PLN 234.K tahun 2008 dan Peraturan Menteri ESDM 04 tahun 2009 dinilai terlalu prematur karena tidak ada kewenangan direksi untuk menetapkan denda.
“Kalau prematur, berarti P2TL selama ini dapat dianggap korupsi. Karena itu, Poldasu diharapkan mengusutnya hingga tuntas,” katanya.
Alasan kedua, penyelenggaran P2TL selama ini sangat tidak berkeadilan karena petugas yang turun ke lapangan memiliki kewenangan mutlak untuk menetapkan pelanggan PLN bersalah.
Tanpa ada kesempatan untuk membela diri, masyarakat yang menjadi pelanggan PLN diwajibkan untuk membayar denda yang ditetapkan sekehendak hati petugas P2TL atau sambungan listriknya diputus. Dalam kegiatan P2TL, kewenangan PLN sudah melebihi KPK karena merangkap semua tugas penyidik, penuntut, dan pemberi vonis tanpa ada kesempatan masyarakat membela diri. (yes)