Penuhi Terlebih Dahulu Sarana dan Prasarana

Oleh: Fahrin Malau. BICARA e-tilang, sebagain besar ma­syarakat belum memahami fasilitas la­yanan terbaru itu. Bahkan, anggota Komisi A DPRD Sumut, Brilian Moktar, pun baru mengetahui hal itu dari pemberitaan media. Setahunya, sampai kini Direktur Lalulintas Polda Sumatera Utara belum nejleaskan hal tersebut kepada Komisi A DPRD Sumut, yang membidangi perso­alan hukum.

Menurut Brilian, memang tidak ada kewajiban kepolisian untuk menjelaskan hal itu kepada dewan. Tapi alangkah baik­nya kalau kepolisian menjelaskan tentang fasilitas layanan e-tilang di Sumatera Utara. Melalui penjelasan itu, Komisi A DPRD Sumut bisa membantu menyosialisasikan kepada masyarakat saat reses yang dilaksanakan tiga kali dalam setahun. Selain itu, dewan juga bisa menampung aspirasi masyarakat kalau ditemukan kelemahan dari proses e-tilang.

“Kalau kita lihat, sampai saat ini so­sialisasi e-tilang belum terasa. Bahkan saya tahu ada e-tilang dari pemberitaan media, bukan dari sosialisasi polisi,” Katanya.

Dikatakan, penerapan e-tilang bukan hal yang baru. Sudah banyak negara yang memberlakukan sistem e-tilang. Saat ini penerapan e-tilang yang sesungguhnya masih di Jakarta, bahkan sampai kini masih belum ada evaluasi dari penerapan e-tilang. Jadi penerapan e-tilang belum bisa dikatakan berhasil atau tidak. Kalaupun di Jakarta berhasil, belum tentu berhasil di Sumatera Utara. Ini bisa sa­ja terjadi mengingat karakter ma­sya­rakat yang berbeda.

Penerapan e-tilang masih ada dua pilihan, yakni lembar biru atau lembar merah. Pengendara yang diberi lembar merah harus melalui persidangan di pe­ngadilan. Berdasarkan pengalaman Bri­lian saat ditilang, baik di Jambi maupun Medan, pengendara yang terkena tilang tidak mendapat pembelaan. Proses si­dang yang dilakukan begitu singkat. Ha­kim langsung memutuskan pengendara untuk membayar denda tilang sesuai dengan pasal yang disangkakan.

“Harusnya dengan ada sidang, pe­ngen­­dara bisa mendapat pembelaan. Ha­kim harusnya mendengarkan pembelaan pengendara. Bisa jadi kesalahan yang dilakukan pengendara karena ketiadaan fasilitas yang memadai. Misalnya kondisi traffic light sedang rusak, seperti lampu merah dan hijau nyala bersamaan atau ketiadaan rambu-rambu larangan berbelok, dan sebagainya. Tapi kenya­ta­annya, hakim lebih memercayai polisi daripada pengendara yang belum tentu bersalah,” ungkapnya.

Tidak adanya pembelaan dalam persidangan, lebih baik proses penyelesai­an tilang dilakukan dengan satu cara, yakni membayar denda tanpa harus si­dang. Dengan adanya opsi justru memberikan peluang terjadinya pungli. Polisi lebih suka memberi lembar merah da­ripada biru. Ini ada apa?

Brilian menyarankan untuk menghindari terjadi pungli dengan lebih memperbanyak tilang. Setiap pelanggar lalulintas langsung sidang di tempat dan bayar denda. Dengan cara ini,. tempat, praktik pungli sulit dilakukan. Cara ini pernah dilakukan beberapa kali oleh polisi. Mengapa setiap razia tidak dilakukan sidang di tempat?

Pilih Kasih

Penerapan tilang oleh polisi pada da­sarnya bukan mencari pemasukan seba­nyak-banyaknya. Tapi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam berlalulintas. Dengan melakukan denda se­tinggi-tingginya bisa memberikan efek jera bagi pelanggar lalulintas.

Penegakan hukum dengan memberikan tilang, seharusnya tidak pilih kasih. Tilang jangan hanya berlaku kepada ma­syarakat saja, sedangkan kepada penegak hukum yang juga melanggar aturan lalulintas, hal itu tidak berlaku. Selama ma­sih ada praktik pilih kasih, maka akan sulit mewujudkan tertib berlalulintas.

“Kalau memang melakukan kesalahan, siapa pun orangnya harus ditindak,” sebutnya. Brilian juga mempertanyakan pelanggaran lalulintas yang terekam CCTV yang dendanya akan dilakukan sa­at pengurusan SIM atau perpanjangan STNK. Selama perangkat yang tersedia belum memadai, pelanggaran lalulintas yang terekam CCTV belum memberikan rasa keadilan.

“Bila mobil saya dipakai si A, misalnya. Lalu si A melanggar aturan lalulintas dan terekam CCTV, saat perpanja­ngan SIM atau perpanjangan STNK baru didenda? Padahal saya tidak bersalah. Mengapa saya yang harus membayar denda? Harusnya hukuman yang dilakukan kepada orang yang melakukan pe­langgaran, bukan mobil atau pemilik mobil,” jelas Brilian.

Penindakan hukum bagi pelanggar lalu­lintas yang direkam CCTV, saat ini belum bisa dilakukan. Karena sarana dan prasarana pendukung belum memadai. Misalnya arus listrik yang kadang pa­dam, begitu juga dengan traffic light banyak yang sudah rusak. Bahkan ada traffic light yang lampunya menyala semua. Bila ini terjadi, jelas bukan kesalahan pengemudi tapi sarana dan prasarana tidak mendukung.

Apakah sarana dan prasarana sudah terkoneksi dengan CCTV? Apakah ketika sarana dan prasarana tidak berfungsi dapat dideteksi CCTV?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *