Pelanggaran HAM Masih Terus Berlangsung
Oleh: Fahrin Malau. Berapa banyak pelanggaran Hak Azasi Manusia (HAM) yang terjadi di negara ini. Jawabnya. Sampai sekarang tidak ada angka pasti.

Tidak dapat dipungkiri. Pelanggaran HAM yang terjadi di negara ini sampai sekarang masih terjadi. Bahkan pelanggaran HAM yang terjadi semakin meluas ke berbagai lini. Sayangnya, upaya untuk menghapus pelanggaran HAM belum dilakukan secara maksimal.
“Pelanggaran HAM terjadi dimulai karena tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yakni pangan, sandang dan papan,” ungkap Ketua Komisi E DPRD Sumut, Brilian Moktar, Rabu (18/12).
Ketiga kebutuhan dasar tersebut menurut Brilian, merupakan hak mutlak yang harus dipenuni pemerintah sebagai penyelenggaran negara. Ini merupakan tanggungjawab pemerintah. Selama ketiga kebutuhan dasar belum mampu dipenuhi, pemerintah belum berhasil dalam mewujudkan tujuan kemerdekaan negara ini yakni menciptakan keadilan dan kesejahteraan.
Pemerintah, mulai dari pusat sampai daerah punya tugas untuk mewujudkan tujuan kemerdekaan. Banyak hak dasar yang seharusnya dapat dipenuhi pemerintah, tapi kenyataannya sampai sekarang belum mampu dilaksanakan. Contoh kecil misalnya untuk mendapatkan Kartu Tanda Penduduk (KTP), akte kelahiran yang merupakan identitas diri sebagai rakyat Indonesia masih sulit diperoleh. Di Provinsi Sumut masih banyak masyarakat yang mengalami kesulitan untuk memperoleh KTP, akte kelahiran khususnya di pedesaan. Kalau hak dasar seperti memperoleh KTP, akte kelahiran tidak dapat diwujudkan, bagaimana dengan kebutuhan dasar lainnya seperti pendidikan, kesehatan, kesempatan hidup yang layak.
Penilaian Komisi E DPRD Sumut, pemerintah daerah ini gagal untuk memenuhi kebutuhan dasar. Persoalan pendidikan di Sumut masih memprihatinkan. Misalnya ketersediaan sarana pendidikan seperti sekolah masih kurang. Belum lagi membicarakan mutu guru masih rendah dan sebagainya. Begitu juga dengan persoalan kesehatan. Provinsi Sumut hanya memiliki satu rumah sakit kelas A yakni di Rumah Sakit Haji Adam Malik. Tingginya kesakitan di daerah ini menyebabkan rumah sakit tersebut penuh sehingga tidak bisa melayani pengobatan. Rumah sakit kelas B sebagai rumah sakit pendidikan di daerah ini masih sangat sedikit. Hanya beberapa daerah yang memiliki rumah sakit kelas B. Begitu pula penempatan dokter sepesialis yang tidak merata. Akibatnya banyak masyarakat yang tidak mendapatkan pelayanan kesehatan dengan baik.
Persoalan kesempatan hidup yang layak masih jauh dari diharapkan. Angka pengangguran di Sumut mencapai 600 ribu orang lebih. Angka ini akan bertambah melihat tidak ada upaya pemerintah untuk menciptakan lapangan kerja. Banyak investor yang mengurungkan keinginan untuk berinvestasi di daerah ini akibat sulitnya untuk memperoleh izin. Misalnya pemberian izin pergudangan, biaya yang dikeluarkan jauh lebih banyak dari harga sesungguhnya. Kalau lapangan kerja hanya dari sektor penerimaan Pegawai Negeri Sipil dan honorer di pemerintahan, berapa banyak yang bisa diterima. Pemerintah punya keterbatasan anggaran. Peran swasta memiliki peran penting dalam membuka lapangan kerja.
Sulinya investor untuk membuka usaha di daerah ini, persoalan sumber daya manusia juga masih terkendala. Peran pemerintah dalam meningkatkan mutu sumber daya manusia yang terampil masih sangat minim. Ironisnya, Dinas Tenaga Kerja yang mimiliki tugas pokok salah satu yakni meningkatkan keterampilan tidak terlaksana. Banyak Balai Latihan Kerja (BLK) yang berada di bawah Dinas Tenaga Kerja tidak berfungsi. Salah satu BLK di Kota Pematang Siantar terakhir melakukan pelatihan kerja tahun 1983 dan sampai sekarang tidak lagi melaksanakan pelatihan kerja. BLK di Pematang Siantar adalah satu dari beberapa BLK di Sumut yang tidak lagi melaksanakan pelatihan kerja.
“Gubernur gagal meningkatkan kesejahteraan masyarakat Sumut. Satu hal yang menunjukkan gubernur tidak peduli pada kesejahteraan masyarakat dari pemberian Dana Bantuan Daerah Bawahan yang bersumber dari APBD 2013. Pemberian dana tersebut tidak melalui pertimbangan yang jelas,” ungkap Brilian yang juga politisi dari PDI Perjuangan.
Buruknya pelaksanaan pemerintahan di Sumut akibat dari tidak adanya pendataan yang akurat. Bagaimana pemerintah mampu membuat perencanaan bila tidak memiliki data yang akurat.
Menurut Brilian, perlu ada grand design pendidikan untuk menuju kesejahteraan. Melalui grand design dilakukan pendataan apa-apa saja yang dibutuhkan. Misalnya berapa tenaga medis yang dibutuhkan, seperti perawat dan dokter. Berapa tenaga guru yang dibutuhkan. Pelatihan apa yang dibutuhkan untuk menjawab kebutuhan investor. Peralatan apa yang diperlukan dan sebagainya. Melalui pendataan ini akan memenuhi kebutuhan yang diperlukan, bukan hanya pada saat sekarang juga masa akan mendatang.
Tidak adanya grand design yang dilakukan pemerintah, banyak program kerja tidak terlaksana. Berapa banyak lulusan tenaga medis yang dikeluarkan lembaga pendidikan tidak memiliki lapangan kerja. Banyak tenaga medis yang tersedia, tetapi tidak memenuhi keahlian yang memadai. Akhirnya menyebabkan pengangguran.
Masyarakat Harus Cerdas
Rendahnya tingkat pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat Sumut juga disoroti Wakil Ketua E DPRD Sumut, Sudirman Halawasa. Kurangnya perhatian pemerintah tidak terlepas dari kesalahan masyarakat dalam memilih. Negara ini bisa maju bila masyarakat memiliki kecerdasan secara politis dengan memilih pemimpin yang memiliki kemampuan. Kesalahan masyarakat dalam memiliki pemimpin berarti mengantarkan negara ini mengalami kemunduran.
“Indonesia yang memiliki sumber daya alam harusnya masyarakatnya kesejahteraan,” ungkapnya.
Kenyataannya lanjutnya, banyak daerah yang memiliki potensi ternyata masyarakatnya tidak sejahtera. Misalnya Pulau Nias yang memiliki potensi alam yang melimpah kenyataannya banyak masyarakat tidak sejahtera. Tidak saja di Pulau Nias, kondisi yang sama juga terjadi di banyak daerah Indonesia. Provinsi Sumut misalnya mentargetkan PAD Rp. 15 triliun tidak tercapai. Pemerintah Sumut hanya mampu mencapai Rp. 9 triliun lebih. Ini bukti dari lemahnya pemerintah Sumut mengelola potensi yang dimiliki.
Tidak mampu pemerintah dalam mengelola sumber daya alam menyebabkan anggaran untuk mensejahterakan masyarakat tidak ada. Ketersediaan anggaran yang dimiliki pemerintah pusat sampai daerah hanya sebatas sosialisasi. Belum sampai menyentuh pada kebutuhan masyarakat. Misalnya anggaran pendidikan yang diamanatkan undang-undang mencapai 20 persen banyak yang tidak terealisasi.
Kondisi lain yang memperparah upaya mensejahterakan masyarakat dalam pelaksanaan pemerintah tidak dilakukan secara foKus. Masing-masing pemerintah mulai dari pusat sampai daerah berjalan masing-masing sesuai dengan keinginan masing-masing. “Saya prihatin. Sejak reformasi dilakukan di Indonesia, tidak jelas apa yang dicapai negara ini,” ungkapnya.