Membantu Memberi Pertolongan

Kepedulian Brilian kepada persoalan kesehatan masyarakat tidak pernah pudar. Jabatan sebagai Ketua Komisi E DPRD Sumatera Utara dimanfaatkan untuk membantu masyarakat, khususnya masyarakat miskin mendapatkan hak dasar yakni kesehatan. Tidak sedikit Brilian harus berhadapan dengan persoalan mental petugas medis, birokrasi dalam memperjuangkan masyarakat miskin mendapatkan pengobatan yang ditanggung pemerintah. Pendataan penerima jaminan kesehatan yang diberikan pemerintah tidak merata. Masih banyak masyarakat miskin yang tidak mendapatkan jaminan kesehatan. Sementara tidak sedikit pula masyarakat mampu memperoleh jaminan kesehatan yang diberikan pemerintah. Berulang kali Brilian harus menyuarakan meminta pemerintah memberikan perhatian kepada nasib masyarakat miskin mendapatkan hak dasarnya. Tidak saja pada pemerintah daerah, Brilian juga menyampai kepada pemerintah pusat. Brilian meminta Departemen Kesehatan (Depkes) RI memberikan peluang kembali kepesertaan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) terutama kasus-kasus penyakit yang bersifat insedentil.

“Pemerintah tidak boleh kaku dalam melaksanakan kebijakan khususnya tentang Jamkesmas. Karena pada prinsipnya kebijakan Jamkesmas untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat miskin. Jadi, sebaiknya kasus-kasus penyakit bersifat insidentil, pemerintah harus bisa memasukkannya dalam kepesertaan Jamkesmas,” kata Brilian kepada sejumlah wartawan Selasa 2 Maret 2010.

Perlunya Depkes RI memberikan Jamkesmas yang bersifat insedentil karena besarnya biaya pengobatan yang harus ditanggung. Sementara keluarga tidak mempunyai kemampuan. Ini banyak terjadi di tengah-tengah masyarakat. Tidak mendapatkan Jamkesmas karena tidak masuk dalam keluarga miskin sementara salah satu keluarga mendapat penyakit yang membutuhkan biaya mahal. Akhirnya keluarga hanya bisa pasrah melihat anggota keluarga menderita penyakit yang membutuhkan biaya mahal.

Salah satu kasus penyakit yang membutuhkan biaya mahal terjadi pada Arjuna Tri Sakti Manurung (9 bulan) bayi dengan wajah aneh warga Huta II Raja Hombang, Kecamatan Hutabayu Tanah Jawa, Kabupaten Simalungun. Pihak keluarga sudah berusaha mengurus Jamkesmas di kampung halaman, tapi saat pada saat pengurusan kepesertaan Jamkesmas sudah tutup kecuali narapidana, keluarga yang termasuk Program Keluarga Harapan (PKH) dan penghuni panti sosial.
Kepesertaan Jamkesmas untuk Arjuna menurutnya sangat penting, mengingat biaya operasi bedah plastik membutuhkan biaya besar dan dilakukan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta.

Meski tidak mendapat Jamkesmas, upaya menghimpun dana untuk melakukan operasi tetap dilakukan dan bulan Juli, Arjuna direncanakan akan dibawa ke Jakarta. Meski berhasil menghimpun dana untuk operasi Arjuna, rasa ketakutan Brilian masih tetap. Bisa saja dananya tidak mencukupi. dr. Frank Buchari SpBP yang merawat Arjuna di RSUD dr Pirngadi Medan mengakui setiap bulan secara rutin harus dilakukan pemeriksaan sebelum menunggu keberangkatan ke Jakarta Juni mendatang.

“Kondisi Arjuna sehat. Kasusnya sangat rumit. Kesulitan tingkat tinggi. Pihak RS Pirngadi sebenarnya mampu menangani, tapi tidak ada alat. Setelah berkordinasi dengan RSCM, mereka memiliki alat. Bahkan ada bagian khusus yakni carniofascial yang akan dibuka Juni mendatang. Pihak dokter di sana juga sudah menerima informasi tentang kasus Arjuna. Mereka minta Arjuna dibawa ke sana. Apalagi nanti, informasinya ada dokter ahli dari Taiwan. Sehingga penanganan Arjuna ini bisa lebih maksimal,” jelas dr. Franks.

Setelah dinanti-nanti, rencana Arjuna berangkat ke Jakarta pada Senin 14 Juli 2010 batal. Padahal, rencananya dia akan dibawa orangtuanya ke RSCM Jakarta untuk operasi rekonstruksi wajah. Kedua orangtuanya, Andi Manurung (29) dan Rohani Boru Manulang (22) sempat membeli tiket Citilink di Bandara Polonia Medan. Tetapi. Setelah berkoordinasi dengan pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Simalungun, keberangkatran Arjuna ditunda selama tiga hari ke depan. Penundaan keberangkatan terkait erat dengan belum lengkapnya administrasi penting untuk pengobatan dan perawatan Arjuna di RSCM.

Berbeda pula dengan nasib Zulkifli (17) buah cinta Khairul Nasution dan Fatimah penderita lumpuh layu selama 16 tahun. Melalui pemberitaan POS METRO MEDAN Sabtu 8 Mei 2010 Brilian langsung menghubungi kru POS METRO MEDAN dan meminta diantar ke rumah Zulkifli, remaja yang tubuhnya masih seperti anak usia 5 tahun.

“Saya mau bawa anak itu ke rumah sakit. Siang ini kita akan bawa anak itu,” kata Brilian melalui telepon salulernya.
Usai membuat janji. Brilian langsung menjumpai kru POS METRO MEDAN untuk pergi ke rumah Zulkifli yang beralamat Gang Rela Lk III Kelurahan Besar Kecamatan Medan Labuhan. Brilian tidak datang sendiri dengan mobil pribadinya. Satu unit ambulan dari RSU Pringadi Medan ikut mengiringi mobilnya. Kehadiran Brilian dengan satu unit ambulan di rumah Zulkifli mengundang perhatian warga disana. Masyarakat berduyun-duyun mengiringi kedatangan Brilian. Seperti seorang pahlawan yang baru pulang dari medan pertempuran. Zulkifli yang didampingi ibunya hanya dapat terbingung-bingung dengan kehadiran Brilian ditambah puluhan warga.

“Kedatangan saya mau membawa anak ini ke rumah sakit,. Jangan takut masalah dana. Kita akan merekondasikannya kepada pemerintah melalu DPRD Sumatera Utara,” ucap Brilian kepada Fatimah ibu Zulkifli.

Fatimah terharu mendengar kata-kata Brilian. Tidak pernah terbayang Fatimah yang saban hari bekerja sebagai tukang cuci di rumah tetangga didatangi anggota DPRD Sumatera Utara untuk membantu kesulitan yang dialaminya mengobati anaknya Zulkifli selama 16 tahun.

Keseriusan dan perhatian Brilian terhadap Zulkifli tidak sebatas membantu perobatan sampai dapat berdiri. Bila ada kesempatan, Brilian datang melihat keadaan Zulkifli. Kunjungan Brilian ke rumah Zulkifli disempatkan kepada kegiatan reses Dapil 1 Kota Medan Sabtu 18 Desember 2010.

“Untuk meringankan beban ekonomi Zulkifli dan keluarganya yang tergolong masyarakat tidak mampu. Pemko Medan, khususnya Walikota Medan H. Rahudman Harahap diminta untuk dapat memperhatikan kondisi Zulkifli,” kata Brilian.

Dalam kegiatan reses, Brilian memberikan bingkisan berupa makanan dan minuman seperti susu, agar ketahanan tubuh maupun kesehatan dapat tergaja.

“Kami sekeluarga sangat berterima kasih kepada Bapak Brilian Moktar yang telah memperhatikan dan membantu Zulkifli yang telah menderita lumpuh layu selama 16 tahun akhirnya dapat berjalan,” ujar Fatimah polos.

Keberhasilan Brilian dalam memberikan pertolongan pengobatan lumpuh layu atas rekomendasinya di RSU dr. Pirngadi Medan tidak selamanya berjalan mulus. Upaya Brilian membantu lumpuh layu, Binsar Mikheal (13), yang dirawat di RSU Dr. Pirngadi Medan masih saja dikenakan biaya kepada keluarga pasien. Padahal sebelumnya, pasien lumpuh layu sudah direkomendasikan Brilian. Brilian kecewa kepada pihak RSU Pirngadi Medan yang notabene milik Pemko Medan telah mengabaikan surat rekomendasi yang dikeluarkan Ketua Komisi E DPRD Sumatera Utara. Apalagi mantan Humas RSU Dr. Pirngadi Medan, drg. Susyanto yang saat ini menjabat sebagai kepala dana talangan Provinsi Sumatera Utara di RSU Pirngadi Medan. Akibat dikenakan biaya. Orangtua Binsarr memilih untuk segera pulang ke rumahnya dan melakukan aktifitas seperti biasanya.

“Kalau memang kita harus membayar juga, bagus saya pulang dan jualan lagi. Dari pada saya seperti ini, harus keluarkan uang. Sementara uang saya sudah tidak ada lagi,” ujar Susi kesal, Munggu 11 Juli 2010 sekitar pukul 14.30 WIB.

Rekomendasi

Keampuhan rekomendasi DPRD Sumatera Utara untuk mendapatkan biaya perobatan di RSU dr. Pirngadi Medan dan RSU Adam Malik secara gratis masyarakat saling berlomba untuk mendapatkan. Senin 2 Agustus 2010 pemandangan berbeda terjadi di ruangan Komisi E DPRD Sumatera Utara. Sejumlah warga Deliserdang menyerbu masuk ruangan komisi E DPRD Sumatera Utara. Mereka ingin meminta selembar surat refrensi dari wakil rakyat, sebagai syarat untuk ditunjukkan kepada Dinas Kesehatan Sumatera Utara agar mendapatkan fasilitas pengobatan gratis.

Liana Aritonang mengakui surat referensi DPRD Sumatera Utara dibutuhkannya untuk bisa mengeluarkan jenazah salah seorang keluarganya yang masih tertahan di RS Adam Malik Medan.

“Dibutuhkan biaya senilai Rp. 25 juta agar mayat bisa dikeluarkan dari RS Adam Malik, sedangkan pihak keluarga tidak punya biaya. Rumah sakit minta surat keterangan dari Dinas Kesehatan,” ungkap Aritonang.

Ironisnya dia beserta beberapa warga lainnya, malah merasa diperlakukan semena-mena oleh para staf di Dinas Kesehatan Sumatera Utara hingga akhirnya mereka memilih untuk menyerbu gedung DPRD Sumatera Utara.

“Kami kesal sudah dari pagi hingga sore menunggu hanya untuk selembar surat keterangan dari Dinkes, tapi tak juga diberikan, malah kami diolok-olok,” keluhnya.

Warga yang datang ke DPRD Sumatera Utara membawa berbagai keluhan terkait penyakit yang di derita mereka atau keluarganya. Martha br Manulanggang (30) yang datang membawa serta putranya Gabriel Lumbangaol yang masih balita. Dia mendatangi kantor Dinkes Sumatera Utara yang terlketak di Jalan Prof. H.M Yamin Medan sejak pagi sekali. Subuh dia telah berangkat dari rumahnya ke Jalan Perintis Kemerdekaan No. 93 Kecamatan Galang Kota, Kabupaten Deliserdang dengan menumpang angkutan umum.

Martha berpikir dengan datang pagisekali ke kantor instansi pemerintahan, segala urusan lebih cepat selesai dan dia bisa mendapatkan sehelai surat keterangan dari pihak Dinkes Sumatera Utara agar buah hatinya itu bisq segera dioperasi.

Menurut Martha sejak lahir putranya hasil buah cinta dengan suaminya L. Lumbanggaol (33) itu terlahir tanpa anus. Sejak bayi hingga berusia tiga tahun, Gabriel terpaksa buang air besar lewat anus yang keluar dari perut sebelah kirinya.

“Gabriel harus dioperasi untuk pembuatan anus,” ujar Martha. Namun mereka tak punya biaya, apalagi suaminya yang hanya bekerja mocok-mocok tentu tak mampu mengumpulkan uang untuk operasi putra semata wayang mereka.

Kekecewaan tergambar jelas di wajah ibu muda ini, tatkala mendengar penyataan dari oknum staf Dinkes yang arogan. Ternyata tak gampang untuk mendapatkan sehelai surat keterangan dari instansi itu, agar pihak RS Adam Malik sebagai rumah sakit rujukan bisa melakukan operasi terhadap Gabriel.

Padahal, sebagai pasien lainnya Martha juga turut menyertakan surat rujukan dari Puskesmas tempat tinggalnya dari Dinas Sosial dan Dinkes Kabupaten Deliserdang dan RSU Lubukpakam. Dia juga mengetahui adanya bantuan dana melalui Jamkesmas atau Jamkesda yang disediakan pemerintah untuk pengobatan bagi masyarakat miskin seperti dirinya.

“Tapi mengapa begitu sulit, kami orang miskin mana mungkin punya beking (orang dalam), apa setiap masyarakat miskin harus dapat referensi dari DPRD baru bisa dapat berobat gratis,” tanyanya.

Penyataan sama juga disampaikan salah seorang wanita paruh baya yang juga turut menanti surat keterangan dari Dinkes Sumatera Utara agar anaknya yang menderita penyakit kanker bisa mendapatkan pengobatan di RS Adam Malik.

Mereka diterima Ketua Komisi E DPRD Sumatera Utara Brilian yang langsung memerintahkan staf dewan membuat surat referensi dari komisi yang salah satunya menangani persoalan kesehatan.

Kesulitan masyarakat miskin untuk mendapatkan pengobatan di RS secara gratis tidak lantas selesai dengan hanya memberikan selembar referensi dari DPRD Sumatera Utara. Tidak sedikit harus dilakukan secara langsung dengan langsung mendatangi masyarakat miskin untuk membantu secara langsung agar penderitaan yang selama ini melilit dapat teratasi. Kedukaan Mei-Mei (17) yang mengandung benih ayah kandungnya, A Lai (45) dilakukan Brilian dengan langsung datang menjumlai Mei-Mei.

Brilian mengetahui penderitaan Mei-Mei dengan membaca pemberitaan POSMETRO MEDAN, Brilian meminta untuk dipertemukan. Dengan kondisi perut buncit, Kamis Sore 19 Mei 2011, wanita muda yang telah dipisahkan terali besi Ritan dengan ayah kandungnya ini pun tak ingin membuang kesempatan . Mei mengisahkan kedukaannya kepada Brilian.

“Saya bingung. Saya mau lahirkan anak ini, tapi nggak ada biaya,” curhatnya kepada Brilian.

Mengetahui Mei dihamili ayah kandungnya, Lian Sin Tjau (56) tak senang dan melapor ke polisi. Setelah A Lai dipenjara, Mei-Mei malah tidak diterima keluarganya dan hidup terlunta-lunta . Demi menghidupi janinnya, Mei-Mei harus mengemis dari satu pekong ke pekong lainnya di Medan.

“Saya nggak tahu lagi. Saya banyak pikiran, saya ingin kali melahirkan anak ini. Saya mau anak ini lahir,” kata Mei-Mei menetaskan air mata.

Mendengar curhat wanita yang memasuki masa hamil 7 bulan, Brilian menyatakan kesediaannya membantu persalinan Mei-Mei. Brilian menunjuk RS Martha Friska sebagai rumah sakit tempat Mei-Mei bersalin.

“Jadi kamu saya bantu, nanti biar POSMETRO MEDAN yang selalu melihatmu. Apabila nanti mau melahirkan akan kita bawa kamu ke RS Martha Friska,” katanya kepada Mei-Mei.

Mendengar penjelasan Brilian, Mei-Mei tampak senang dan terharu dengan perhatian Brilian.

“Jadi mulai sekarang kamu harus banyak istirahat, tidak lagi memikirkan yang bukan urusanmu,” nasehat Brilian.
Kebingungan masyarakat miskin untuk sembuh dari penyakit yang dideritakan banyak terjadi. Tidak sedikit masyarakat yang harus menahan sakit bertahun-tahun dengan hanya berbaring di atas tempat tidur. Mau berobat tidak punya biaya.

Rasa keprihatinan atas penderitaan masyarakat miskin disampaikan setelah berkunjung ke rumah sewa Marsita (45) warga Kelurahan Mabar Hilir Kecamatan Medan Deli yang tidak dapat berbuat apa-apa selain hanya tergeletak di tempat tidur selama 12 tahun akibat kedua kakinya tidak berfungsi lagi, Senin 15 Juli 2013. Brilian meminta bantuan kepada donatur, organisasi sosial dan Pemko Medan maupun Pemprovsu untuk penyembuhan Marsita.

“Saya baru mendapat kabar dari rekan-ekan PDI Perjuangan, bahwasannya ada warga yang lumpuh akibat terjatuh yang terjadi 12 tahun lalu,” ujarnya.

Brilian sangat prihatin melihat kondisi Marsita tanpa ada kepedulian baik warga maupun pemerintah setempat.
“Apabila kondisinya cepat ditangani secara tepat kemungkinan hal ini tidak akan terjadi,” ungkapnya.

Marsita menjelaskan awal kelumpuhannya yang disebabkan terjatuh di dapur. Awalnya sakit yang dideritanya hanya terpelesat di dapur. Selang beberapa hari timbul rasa sakit yang awalnya hanya di sekitar pinggul menjalar kedua kakinya yang kini sulit digerakkan tanpa adanya bantuan dari ibu Aisah yang selalu menemaninya.

“Pertama sakit itu disekitar pinggul saja. Namun lama kelamaan sakit ini menjalar kedua kakiku hingga sulit digerakkan,” ungkapnya.

Ibu yang memiliki seorang putra ini tidak menyangka sakitnya dapat membuat dirinya lumpuh dan hanya dapat tertidur di tempat tidur. Berbagai pengobatan baik secara medis maupun tradisional sudah dijalani hingga ke beberapa daerah seperti Pulau Jawa dan Aceh. Harta benda termasuk dua rumah dan lahan persawahan milik kedua orangtunya habis terjual untuk biaya pengobatan.

Brilian meminta bantuan Lions Club dan Rotaro untuk bersama-sama membantu penyembuhan Marsita. Siang, Kamis 25 Juli 2013 kediaman Marsita Aini Brilian datang bersama Presiden Rotari Club Medan Deli Kentjana Salim untuk membawa Marsita berobat ke Rumah Sakit Murni Teguh.

“Ini kununjungan saya kedua kalinya. Kali ini untuk membawa Marsita berobat agar sembuh dari sakit dan lumpuh sehingga tidak bisa berdiri dan hanya tertidur selama 12 tahun,” ungkap Brilian.

Sejak kunjungan pertama Brilian langsung berkonsultasi mengenai penyakit yang diderita Marsita pada dokter yang menanganinya.

Kentjana Salim yang akrab disapa Bie-Bie kepada orangtua dan keluarga memberikan semangat kepada Marsita agar dapat menjalani pengobatan dengan baik. Mengenai biaya pengobatan sepenuhnya ditanggung Rotary Club Medan Deli. Dengan menggunakan ambulan disampingi kedua orangtua dan saudaranya. Marsita tiba di RS Murni Teguh dan langsung ditangani Kolonel dr. Bayu Dewantara Ssp. Bs. Marsita menjalani beberapa pemeriksanaan sehingga hasilnya diketahui bahwa Marsita mengalami patah tulang belakang sehingga tidak dapat duduk maupun berdiri.

Setelah melakukan serangkaian perawatan, Marsita tidak lagi hanya tertidur. Marsita sudah dapat duduk. Dibutuhkan beberapa bulan lamanya agar Marsita bida kembali bisa berjalan.

Perhatian Brilian kepada Marsita tidak cukup sebatas memberikan bantuan operasi. Minggu 26 Januari 2014, Brilian memberikan bantuan berupa kursi roda kepada Marsita yang sudah dapat duduk kembali setelah menjalani operasi tulang belakang enam bulan lalu di Rumah sakit Murni Teguh.

Pada kesempatan tersebut Marsita sangat berterimakasih atas perhatian yang diberikan Brilian, mulai masuk ke rumah sakit hingga dia dapat duduk kembali.

“Saya dan keluarga mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada Bapak Brilian Moktar yang telah memberikan perhatian dan motivasi kepada saya sehingga saya dapat duduk kembali,” ungkap Marsita didampingi kedua orangtua dan kaka kandungnya.

Brilian melihat Marsita mempunyai semangat hidup yang luar biasa, sehingga ibu yang memiliki seorang putra itu mampu melawan penyakit yang dideritanya.

“Mudah-mudahan dengan semangat Marsita untuk sembuh dari kelumpuhannya dan terus melakukan pergerakan pada bagian kakinya dapat waktu tidak lama lagi Marsita dapat berjalan,” ungkapnya.

Kaki Marsita tampak lemah, karena lama tidak berfungsi. Ini akibat lamanya tidak berfungsi sehingga kedua kakinya masih kaku. Dengan kursi roda yang diberikan dapat bermanfaat bagi Marsita. Brilian meminta kepada masyarakat untuk proaktif apabila menemukan kasus seperti yang dialami Marsita, segera menghubungi kepala lingkungan maupun puskesmas agar kasus seperti ini segera ditindaklanjuti dengan cepat.