Melawan Kesewenangan P2TL

Superbody dan penuh kekerasan. Itulah kesan yang muncul pada petugas PT. Perusahaan Listrik Negera (PLN) Wilayah I Sumatera Utara yang melakukan Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik (P2TL) dan Operasi Pemutusan Aliran Listrik (OPAL). Alasan ini dilontarkan Brilian Moktar karena dinilai dapat bertindak sesuka hati.

“Cara kerja petugas tim OPAL PLN sudah melebihi cara kerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),” katanya kepada sejumlah wartawan di gedung dewan Rabu 28 September 2011.

Keperkasaan petugas PLN terlihat dari perlakuan melakukan P2TL dan OPAL. Tanpa alasan yang jelas dan mestinya diketahui masyarakat, petugas PLN menyatakan seseorang bersalah baik masih dalam dugaan penggunaan arus ilegal, mau pun tuduhan telah merusak segel berbagai instalasi listrik yang dipasang. Atas tuduhan, seseorang diwajibkan membayar denda dalam jumlah jutaan rupiah tanpa mengetahui secara pasti kesalahan yang telah dilakukan. ‘keperkasaan’ PLN yang merupakan milik BUMN semakin terlihat dengan menjadi satu-satunya instansi yang bekerja sendiri dalam memutuskan kesalahan masyarakat sebagai konsumen pemakai listrik.

Setelah merazia sendiri rumah masyarakat. PLN tinggal mengeluarkan tuduhan terhadap seseorang yang merusak segel instalasi listrik yang dipasang meski pemilik tidak mengetahui tentang ketentuan itu. Tanpa diberikan kesempatan membela diri atau melalui proses persidangan untuk membuktikan kebenaran tuduhan, PLN dapat dengan leluasa mengeluarkan keputusan sekaligus sanksi yang harus diterima masyarakat. Jika masyarakat yang dianggap bersalah tidak menjalankan putusan sesuai dengan danda yang ditetapkan sendiri oleh PLN dapat merubah menjadi eksekutor untuk memutuskan aliran listrik ke rumah.

“PLN sendiri yang menjadi polisi, jaksa, hakim dan eksekutor sanksi. Alangkah perkasanya PLN. Kehebatannya sudah mengalahkan ‘superbody’ KPK,” kata Brilian.

Anehnya aparat hukum yang mendampingi petugas PLN banyak yang bukan status sebagai penyidik atau petugas yang memiliki kewenangan dalam pengusutan sebuah kasus. Petugas yang diikutkan hanya berperan sebagai pengawal petugas PLN yang melakukan P2TL dan OPAL, serta tidak terlibat dalam pengusutan pelanggaran yang dituduhkan.

Alasan banyak pelanggaran yang melakukan pencurian, PLN di Bulan Oktober 2011 melakukan P2TL. Penertiban dengan mengikutsertakan pihak berwajib. Sangsi yang diberikan PLN kepada pelanggan sangat berat berupa pemutusan. Untuk melakukan pemasangan, pelanggan terlebih dahulu harus membayar denda dan pemasangan baru.

Selama P2TL digelar, banyak pelanggan dinyatakan kedapatan melakukan pencurian listrik. Terang saja, pelanggan yang selama ini merasa tidak melakukan pencurian listrik merasa keberatan. Kesewenang-wenangan PLN yang melakukan P2TL ditanggapi Fraksi Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan DPRD Sumatera Utara dengan membuka dua posko pengaduan kepada masyarakat yang menjadi korban “pemerasan” oknum P2TL dan OPAL. Posko dibuka di dua tempat. Pertama di Fraksi PDI Perjuangan DPRD Sumatera Utara Jalan Imam Bonjol Medan Nomor 5 Lantai 3. Kedua Kantor PDI Perjuangan Jalan Raden Saleh Nomor 51 Medan. Masyarakat cukup membawa copy dokumen dari P2TL/OPAL dan data-data pendukung lainnya.

Pembukaan posko P2TL dan OPAL dimaksudkan untuk membantu masyarakat yang merasa dirugikan atau teraniaya atas perilaku petugas P2TL dan OPAL. Pembukaan posko P2TL dan OPAL yang dilakukan Fraksi PDI Perjuangan Sumatera Utara menarik perhatian para jurnalis dan anggota dewan dari fraksi lain.

Keesok harinya. Berbagai surat kabar di Medan memberitakan pembukaan posko P2TL dan OPAL. Pemberitaan pembukaan posko P2TL dan OPAL disambut masyarakat. Sehari posko P2TL dibuka, Rabu 12 Oktober 2011 enam masyarakat dating membuat pengaduan. Keenam masyarakat yang datang Djawawi warga Jalan Guru Patimpus, Hendra Nasution warga Jalan Budi Luhur, dan Hasan Salim warga Jalan Tumenggung Medan.Kemudian, Tony warga Jalan Tritura, Amat Perangin-angin warga Jalan Setia Budi dan PT Sari Tani Jaya yang berlokasi di Galang, Kabupaten Deli Serdang.

Amat Perangin-angin yang berprofesi sebagai pemilik bengkel dalam pengaduannya menyatakan sangat merasa dirugikan dengan perilaku petugas P2TL. Dia menjelaskan pada April 2011, bengkelnya didatangi sejumlah petugas P2TL yang memeriksa meteran listriknya untuk mengetahui penggunaan arus. Tanpa melakukan pengujian di laboratorium listrik, petugas P2TL itu menuduhnya telah berhutang daya listrik dari pemakaian selama ini atau minus hingga 130 persen. Dengan alasan tersebut, petugas P2TL yang memutus meteran listriknya itu mewa-jibkan Amat Perangin-angin untuk membayar denda sebesar Rp102 juta.

Setelah meteran listriknya dibawa ke laboratorium pengujian, ternyata pembayarannya plus 50 persen jika dibandingkan dengan penggunaan arus yang tertera. Namun petugas P2TL dan pegawai PLN tidak memperdulikannya. Malah dendanya dinaikkan menjadi Rp108 juta.

Keberatan yang hampir serupa juga disampaikan Djawawi. Dia dikenakan denda sebesar Rp30 juta sejak April 2011 dan diputus meteran listriknya. Disebabkan masih membutuhkan arus listrik untuk penerangan dan kegiatan usaha, Djawawi mencicil denda yang ditetapkan petugas P2TL tersebut. Selama enam bulan kemudian, petugas P2TL baru memasang kembali meteran listrik yang diputus. Selama enam bulan memakai listrik tanpa meteran dan dikenakan biaya yang lebih besar.
Pembukaan posko P2TL dan OPAL, Bendaraha Fraksi PDI Perjuangan menanggapi serius dan terus memperjuangkan masyarakak yang menjadi korban kesewenang-wenangan petugas P2TL dan OPAL. Brilian menjelaskan Fraksi PDI Perjuangan DPRD Sumatera Utara tidak mempermasalahkan pelaksanaan P2TL dan OPAL. Bila ini dilakukan dengan baik, Fraksi PDI Perjuangan mendukung untuk mengurangi aksi pencurian arus listrik. Petugas yang melaksanakan P2TL tidak bertindak sewenang-wenang dalam memberikan sanksi terhadap masyarakat. Jangan merasa “super body” dengan menjadi polisi, jaksa, dan hakim sekaligus. Sebagai BUMN harus dapat memahami kondisi masyarakat yang masih dalam kondisi sulit. Pada dasarnya, hampir seluruh lapisan masyarakat memiliki niat yang baik dalam penggunaan arus listrik dan menjaga berbagai aset BUMN itu. Perlu dipahami, ketidaktahuan masyarakat dan lemahnya sosialisasi dari PLN tentang cara merawat instalasi, akhirnya banyak masyarakat yang menjadi korban. Dirut PLN Dahlan Iskan aktif menyosialisasikan Keputusan Direksi Nomor 234 tentang P2TL. Terbukti banyak petugas yang tidak melakukan tugas P2TL tersebut sesuai dengan prosedur. Contoh kasus yang banyak ditemukan petugas P2TL menuduh masyarakat sebagai pelaku pencurian arus listrik dan mewajibkannya untuk membayar denda dalam jumlah tertentu hanya karena kerusakan segel di instalasi listrik. Berdasarkan Keputusan Direksi Nomor 234 tentang P2TL, kerusakan segel tidak dikenakan denda.

Indikasi Pemerasan

Tindakan kesewenang-wenangan petugas P2TL dan OPAL terus terjadi. Masyarakat yang melakukan pengaduan di posko P2TL dan OPAL terus bertambah mencapai puluhan. Pengaduan tidak saja datang dari pengguna listrik rumah tangga, juga pengguna listrik perusahaan. Salah satu yang menjadi korban oknum P2TL dan OPAL perusahaan tepung di Galang Deliserdang yang didenda Rp.3 miliar tanpa alasan yang kuat. Kemudian pabrik plastik di Binjai juga didenda dan juga tidak atas dasar yang jelas. PT. Sari Tani Jaya yang harus membayar denda lebih kurang Rp 3 milliar lebih.

Seorang pelanggan bernama Tetty di Komplek Millenium Sikambing Medan. Dia disuruh bayar denda Rp 6,6 juta hanya karena segel tidak ada. Pada kasus yang sama, tetangga Tetty terpaksa “berdamai” dengan menyetorkan Rp 5,5 juta kepada ioknum petugas OPAL yang datang saaat itu. Adalagi seorang pelanggan didenda Rp 73 juta. Pihak P2TP menganjurkan pembayaran secara bertahap. Tahap pertama Rp 23 juta ke rekening P2TP atas nama Ismail yang juga seorang oknum pensiunan PLN. Setelah dicek, ternyata tidak ada nama Ismail alias rekening gelap.

Setelah diusut dan ditelusuri, Brilian menyimpulkan oknum P2TL didampingi aparat kepolisian tidak atas izin Kapoldasu. Sesuai MoU Dirut PLN dengan Kapolri yang juga ditindaklanjuti di daerah-daerah, P2TL dalam operasi harus melibatkan aparat kepolisian dimana izin aparat itu langsung diberikan Kapolda.

Aksi petugas P2TL yang mengarah pada pemerasan kepada konsumen Brilian meminta meminta perhatian pihak berwajib dalam hal ini kejaksaan dan kepolisian untuk mengusut tuntas dugaan rekening siluman oknum P2TL dan petinggi PLN di Wilayah Sumut. Pemerasan yang dilakukan oknum P2TL maupun OPAL PLN sudah meresahkan masayarakat. Dinsinyalir banyak terjadi penyimpangan keuangan negara yang masuk ke rekening para oknum secara pribadi.

Pemerasan yang dilakukan oknum PLN melalui P2TL dan OPAL, Fraksi PDI Perjuangan DPRD Sumatera Utara mengambil langkah gugatan terhadap PLN) atas tuduhan telah melakukan perbuatan yang dianggap merugikan masyarakat melalui kegiatan P2TL. Fraksi PDI Perjuangan DPRD Sumatera Utara menemukan adanya indikasi kegiatan yang mengambil keuntungan pribadi dan meresahkan masyarakat dari pelaksanaan P2TL.

Indikasi pemanfaatan masalah untuk mengambil keuntungan pribadi terlihat dari penetapan sanksi pembayaran denda dalam jumlah yang cukup besar atas suatu kesalahan yang tidak semestinya. Salah satu tuduhan sebagai pelaku pencurian arus listrik hanya karena meterannya tidak berjalan secara normal. Dalam buku petunjuk yang dikeluarkan PLN, meteran listrik yang berada di rumah masyarakat harus dikalibrasi atau ditera ulang secara periodik antara lima hingga 15 tahun agar tidak menimbulkan peluang kesalahan. Jika meteran tidak mendapatkan kalibrasi secara periodik, dikhawatirkan akan menimbulkan kondisi yang dapat merugikan seperti putaran meteran Kwh yang menjadi lambat disebabkan bantalan piringannya menjadi aus. Kondisi itu juga bisa menyebabkan putaran meteran listrik menjadi cepat karena daya tarik magnet yang berfungsi sebagai rem dalam meteran tersebut mulai berkurang. Kewajiban kalibrasi telah dicantumkan dalam buku petunjuk PLN, hampir tidak ada petugas yang merealisasikan.

Keinginan Fraksi PDI Perjuangan melakukan gugatan kepada PLN dari hasil temuan pengaduan masyarakat di posko P2TL dan OPAL. Dari ratusan pengaduan yang masuk, ada 85 orang warga yang layak mendapatkan advokasi. Jumlah itu dinilai belum memadai jika dibandingkan pelanggan yang Mendapat sanksi dan diduga dirugikan oknum petugas P2TL yang mencapai sekitar 3.200 orang. Gugatan yang dilakukan Fraksi PDI Perjuangan dilayangkan ke pihak kepolisian, Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).

Fraksi PDI Perjuangan mewakili masyarakat/ konsumen selaku penggugat telah dimenangkan pihak BPSK. Keputusan BPSK, PLN melakukan gugatan ke Pengadilan. Pihak pengadilan memangkan pihak masayarakat/konsumen.

Gugatan di kepolisian nenemukan pihak PLN tidak melakukan kewajibanya terkait perawatan meteran. mengingat barang ini mudah rusak apabila secara terus menerus terkena panas dan hujan, sehingga mudah berkarat lalu rontok dan dengan sendirinya mengalami kerusakan. Pihak PLN kerap kali menyalakan pihak pengguna (konsumen). Akibatnya masyarakat /konsumen mendapat tekanan dari pihak P2TL PLN dengan ancaman denda dan pidana atas tuduhan merusak meteran.

Brilian sebagai Inisiator pembentukan Posko P2TL menilai tindakan yang dilakukan petugas P2TL tidak dapat ditolelir dan perlu di proses secara hukum untuk membuktikan siapa yang salah. Desakan agar polisi memproses gugatan Fraksi PDI Perjuangan terus dilakukan. Brilian meminta Kapoldasu Irjen Pol Drs Wisjnu Amat Sastro untuk bersikap tegas dengan menindaklanjuti temuan Tim Subdit IV Direktorat Reskrim Umum Poldasu atas kesalahan petugas Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik (P2TL) ketika melakukan uji lapangan di PT Sari Tani Jaya (STJ) di Galang, Kabupaten Serdang Bedagai.
Berlarut-larutnya penanganan pengaduan yang dilakukan Fraksi PDI Perjuangan, Brilian melihat ada indikasi pengkondisian dalam pelaksanaan P2TL dengan mengenyampingkan berbagai prosedur sebagaimana ketentuan dalam Keputusan Direksi PLN dan Menteri ESDM tentang P2TL. Dugaan atas pengkondisian dan penyalahgunaan wewenang dalam P2TL itu cukup kuat. Hanya masih sulit membuktikannya karena keterbatasan sarana yang dibutuhkan. Dalam aksinya, petugas P2TL sering membawa personil kepolisian berseragam lengkap sehingga membuat takut masyarakat yang menjadi objek P2TL. Polisi yang turun belum tahu mengenai peraturan dan masalah yang dihadapi.

Dugaan pengkodisian telah ditemukan Tim Subdit IV Direktorat Reskrim Umum Poldasu ketika melakukan cek lapangan di PT STJ pada 9 Januari 2012. PT STJ yang dituduh melakukan pencurian arus listrik dan dikenakan denda Rp3,299 miliar, tidak melakukan kesalahan seperti yang dituduhkan, melainkan adanya indikasi pengkondisian petugas P2TL. Kronologis peristiwa berdasarkan temua tim Polasu petugas PLN Suryadi alias Bobo membuat “fuse link” (CO) Phasa “S” yang disambung langsung. Namun lampu tetap tidak menyala.

PT STJ diminta untuk membuat laporan tertulis. Setalah laporan tertulis disampaikan, petugas PLN Galang turun lagi ke PT STJ. Suryadi alias Bobo menyambung langsung Phasa “S” meski lampu tetap tidak menyala. Ketika diperiksa lebih lanjut, ditemukan kerusakan pada travo milik PT STJ sehingga disarankan untuk perbaikan travo. Pada 6 Juni 2011, tim P2TL dipimpin Suriono turun ke PT STJ dan menyatakan segel CT 3 tidak ada. Segela PT Pasha “K” putus, dan fuselink Pasha “S” putus.Pemeriksaan dilanjutkan dengan turunnya tim analisa dan evaluasi P2TL yang dimpin Syahrail AB dan lain-lain. Pada 8 Juni 2011 dinyatakan CT 3 Phasa tidak ada. Segel PT Phasa “R” Putus, fuselink (CO) Phasa “S” disambung langsung. Hasil temuan dinyatakan telah melakukan pelanggaran Tingkat 3 (P3) dengan denda sebesar Rp3,299 miliar.

PT STJ yang merasa tidak bersalah dan melakukan kesalahan seberat itu. Atas tuduhan melakukan kesalahan PT. STJ melaporkan peristiwa tersebut ke Poldasu dengan menurunkan Tim Subdit IV Direktorat Reskrim Umum Poldasu untuk melakukan pemeriksaan di lapangan pada 9 januari 2012. Hasil pemeriksaan di lapangan, Tim Subdit IV Direktorat Reskrim Umum Poldasu didampingi petugas P2TL atas nama Suriono, kuasa hukum PT STJ, dan kuasa hukum PLN. Dari uji lapangan diketahui segel Pasha R dan T tidak ada, melainkan hanya tersisa kawat segel yang sudah rapuh dan berkarat. Segel Pasha S putus dan kawat segel dalam kondisi berkarat. Segel CT Pasha R, S, T tidak ada.

Selanjutnya Terminal PT dan Terminal CT dibuka. Hasilnya kabel sekunder terpasang dengan baik sehingga tidak ditemukan adanya hal-hal yang mencurigakan atau mempengaruhi pengukuran energi listrik. Dengan kondisi itu tidak ada bukti apapun yang dapat menyatakan PT. STJ telah melakukan Pelanggaran Tingkat 3 (P3) yang mengandung denda hingga Rp3 milliar. PT STJ mungkin dapat dipersalahkan dengan Pelanggaran Tingkat 1 (P1).

Karena itu, pihaknya menduga ada pengkondisian yang dilakukan petugas P2TL dengan menyatakan PT STJ telah melakukan P3 dengan denda miliar rupiah dengan maksud-maksud tertentu. Untuk mendapat penjelasan, Brilian berkonsultasi dengan Biro Bantuan Hukum DPD PDI Perjuangan Sumatera Utara dan salah seorang pakar energi dari Laboratorium energi Fakultas Teknik USU. Petugas P2TL itu diduga telah melanggar Pasal 421 KUHPidana tentang Penyalahgunaan Wewenang, Pasal 335 KUHPidana tentang Perbuatan Tidak menyenangkan, dan Perebuatan Yang Dilarang Bagi Pelaku Usaha sebagaimana tercantum dalam Pasal 8 UU Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Gugatan Fraksi PDI Perjuangan tidak membuat petugas P2TL gentar. Tindakan kesewenang-wenangan tetap dilakukan. Pengaduan masyarakat terus mengalir. Senin 6 Februari 2012 sejumlah warga Komplek Asia Mega Mas Medan mengadukan pemutusan listrik di rumahnya oleh PLN kepada Brilian. Warga merasa dirugikan karena pemutusan tanpa alasan yang jelas. Warga merasa tidak melakukan kesalahan seperti yang dituduhkan petugas P2TL.

Yanto, pengelola salah satu lembaga pendidikan di kawasan tersebut menuturkan, isi surat P2TL menuliskan dirinya melakukan pencurian arus listrik. Dia mengaku tindakan tersebut tidak pernah dilakukan. Dia juga heran dengan sikap P2TL yang membongkar meteran listrik tanpa ada penggantian seperti dijanjikan.

Yanto menceritakan dulu mereka (P2TL) pernah datang untuk melakukan penggantian meteran. Sejak pencabutan tanpa pemberitahuan, tidak ada penggantian seperti yang dijanjikan. Meski meteran telah dicabut sejak Juni tahun 2011, tetap diwajibkan membayar tagihan listrik dengan harapan dilakukan pemasangan kembali seperti yang dijanjikan. Karena meteran tidak diganti, petugas P2TL menilai Yanto bersama sejumlah warga telah melakukan pelanggaran dengan tidak mengamankan meteran sehingga rentan pencurian arus.

Korban P2TL lainnya dikatakan Rudi, pemilik rumah toko (ruko) di kawasan yang sama. Menurutnya, kesalahan yang dituduhkan PLN kepada pihaknya tidak berdasar dan membingungkan. Rudi tetap membayar tagihan listrik meski meterannya sudah dicabut. Nilai tagihan yang dibayarkan pun cukup besar, yakni berkisar Rp 900.000 sampai Rp1 juta lebih per bulan.

Audit

Kegerahan atas kesewenang-wenangnya petugas P2TL, Brilian meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan seluruh institusi penegak hukum di Sumatera Utara melakukan audit. Dia mensinyalir oknum petugas P2TL menuduh masyarakat melakukan pelanggaran atau pencurian arus listrik dan menetapkan denda puluhan dan ratusan juta hingga miliaran rupiah. Dugaan itu muncul setelah Brilian membaca pemberitaan beberapa media massa tentang keberhasilan PLN Sumatera Utara menyetor dana lebih kurang Rp37 miliar dari kegiatan P2TL. Satu sisi, dia memberi apresiasi atas keberhasilan PLN dan mendukung upaya penertiban listrik untuk menyelamatkan aset negara. Sisi lain, nilai yang disetorkan tidak berbanding lurus dari yang diungkapkan GM PLN Wilayah Sumatera Utara Krisna Simbaputra pada rapat dengar pendapat dengan Komisi D DPRD Sumatera Utara 16 Februari 2012. Krisna Simbaputra menyebutkan PLN Wilayah Sumatera Utara telah melakukan penertiban sebanyak 14.706 pengguna listrik yang semuanya terbukti bersalah.

Brilian menghitung-hitung, bila satu pelanggan di denda Rp. 5 juta dikalikan 14.706 pelanggan PLN Wilayah Sumatera Utara terkumpul Rp. 73.530.000.000,- Kenyataannya dari pengaduan yang ditangani Posko P2TL Fraksi PDI Perjuangan DPRD Sumatera Utara, tidak ada pelanggan PLN yang menjadi target P2TL mendapatkan denda di bawah Rp. 5 juta. Brilian menekankan, tidak sedikit pelanggan yang dianggap bersalah dan didenda ratusan juta hingga miliaran rupiah. Lagi-lagi Brilian mencontohkan PT STJ di Jalan Titi Besi Baru Desa Galang, Kabupaten Deliserdang didenda Rp3 miliar lebih.

Dugaan Korupsi

Tidak hanya meminta dilakukan audit atas denda yang diperoleh dari pelaksanaan P2TL. Brilian membuktikan kesungguhannya dengan menyerahkan legal audit berisi dugaan korupsi dan indikasi penyelewengan kegiatan P2TL di Sumatera Utara kepada Humas BPK Perwakilan Sumatera Utara Mikael Togatorop, Senin 9 April 2012 yang diterima langsung.

Langkah upaya hukum atas kegiatan P2TL yang dilaksanakan selama ini jalan terakhir untuk menyelesaikan persoalan P2TL. Brilian mengakui lebih mengutamakan upaya mediasi agar indikasi kebobrokan oknum PLN dalam P2TL dapat dirubah dan diketahui oleh pimpinan PLN Wilayah Sumatera Utara agar masyarakat yang menjadi taget P2TL juga lepas dari masalah. Brilian juga tidak ingin menjatuhkan citra PLN sebagai salah satu BUMN yang menjadi kebanggaan bangsa Indonesia. Namun upaya mediasi yang sudah dilakukan gagal karena petugas P2TL terkesan arogan.

Penyerahan legal audit kepada BPK dan BPKP memiliki landasan dan bukti yang kuat tentang dugaan korupsi dan indikasi rekayasa dalam kegiatan P2TL.Untuk memperkuat legal audit Brilian meminta analisis advokat Sophia Hadyanto, SH, MH, Gurubesar Fakultas Hukum USU Prof Dr Tan Kamelo, SH, MS, Dosen Hukum USU Dr Mahmud Muliadi, SH, MHum, dan Guru besar UI Prof Dr Jur Andi Hamzah. Ini dilakukan agar dugaan korupsi dan indikasi rekayasa dalam kegiatan P2TL itu harus diusut agar tidak menimbulkan kekecewaan dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap hukum.

Belum puas menyerahkan legal audit kepada BPK dan BPKP. Brilian bersama Suasana Dachi dari Fraksi Hanura, menyerahkan legal audit kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung RI, Jum’at 20 April 2012 di Jakarta. Legal Audit diterima langsung Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan RI Adi Tugarisman SH. Sedangkan legal audit ke KPK diterima Humas KPK Sugeng Basuki.

Dukungan Komisi III

Perjuangan panjang Fraksi PDI Perjuangan melawan kesewenang-wenangan petugas P2TL mendapat dukungan dari Anggota Komisi III DPR RI Sayed Muhammad Muliyadi. Komisi III DPR RI memberi apresiasi kepada Polda Sumatera Utara yang berencana melakukan rekonstruksi kasus atas dugaan pelanggaran penggunaan listrik yang dituduhkan ke salah satu perusahaan berlokasi di Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang.

Sayed Muhammad Muliyadi juga menaruh perhatian serius dugaan pelanggaran penggunaan listrik yang berujung pada pemutusan arus yang telah berlangsung hingga enam bulan. Akibat pemutusan listrik menyebabkan 200 kepala keluarga yang bekerja di tempat tersebut kehilangan pekerjaan. Tuduhan pelanggaran penggunaan listrik juga perlu dipertanyakan karena sambungan langsung ke jaringan utama dilakukan sendiri petugas PLN setempat. Dari informasi yang diperoleh Sayed perusahaan yang diputuskan aliran listriknya pernah meminta perbaikan instalasi yang telah berkarat ke kantor PLN terdekat. Salah seorang petugas PLN setempat justru membuat sambungan langsung tersebut sehingga perusahaan itu dianggap melakukan pelanggaran.