Krisis Listrik di Sumut karena Ada Indikasi “Permainan”
Medan, (Analisa). Panitia Khusus (Pansus) Kelistrikan DPRD Sumut harus mendatangi dan menuntut keterlibatan jajaran Direksi PLN Pusat untuk mengatasi krisis listrik yang terjadi di Sumut.
Tanpa keterlibatan jajaran Direksi PLN, sampai kapan pun krisislistrik di Sumut tidak akan tuntas. Apalagi ada indikasi permainan oknum direksi dalam masalah itu.
Pernyataan itu disampaikan anggota Pansus Kelistrikan DPRD Sumut dari Fraksi PDI Perjuangan Brilian Moktar, SE, MM kepada wartawan, Senin (26/8) di gedung dewan.
“Kalau hanya setingkat GM atau General Manager, puluhan kali Pansus dibetuk pun tidak akan menuntaskan masalah krisis listrik di Sumut” katanya.
Brilian mengaku telah me-ngumpulkan berbagai data dan informasi mengenai penyebab krisis listrik di Sumut, baik dari jajaran PLN, praktisi, ekonom dan pengamat listrik, maupun mantan pegawai PLN.
Dari data itu diketahui, bahwa PLN mampu menghasilkan daya listrik sekitar 1.600 megawatt (MW) yang didapatkan dari berbagai mesin pembangkit sekitar 1.250 MW milik PLN dan 350 MW disewa dari pihak swasta.
Pada siang hari, kata Brilian daya listrik tersebut terpakai sekitar 1.400 MW dan meningkat menjadi sekitar 1.550 MW ketika beban puncak yakni pada sore hingga malam hari.
Namun, pasokan energi listrik PLN di Sumut mengalami masalah karena adanya kerusakan di beberapa mesin pembangkit yang dikelola PLN.
Masalah pertama berupa kerusakan mesin pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Labuhan Angin yang meng-hasilkan 2 x 115 MW. Hal ini mungkin, disebabkan kualitas mesin pembangkit yang digunakan masih di bawah standart, sehingga PLN mengalami defisit daya hingga 230 MW.
Masalah kedua, berupa kerusakan mesin PLTU Unit 1 di Belawan yang hanya mampu menghasilkan 40 MW sehingga defisit energi lsitrik semakin bertambah. Dua kerusakan itu menyebabkan Sumut mengalami defisit hingga 270 MW.
Masalah ketiga, terus ditundanya penyelesaian dan operasional PLTU Pangkalan Susu yang mampu menghasilkan energi 2 x 200 MW.
Awalnya, PLTU Pangkalan Susu dijanjikan beroperasi pada 2005, lalu ditunda pada 2010. Namun kembali ditunda hingga batas waktu yang belum diketahui.
Masalah keempat berupa ditundanya pembangunan dan penyelesaian pembangkit listrik tenaga panas bumi atau Proyek Geothermal Sarulla di Kabupaten Tapanuli Utara yang mampu menghasilkan 330 MW.
Sedangkan masalah kelima terus tertundanya pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Asahan 3 yang mampu menghasilkan daya 170 MW.
Dengan tertundanya penyelesaian tiga pembangkit tersebut kata Brilian Moktar, Sumut telah mengalami kehi-langan atau tertunda untuk mengalami penambahan potensi daya listrik hingga 900 MW.
Masalah lain yang cukup menjadi perhatian dan menimbulkan pertanyaan adalah program interkoneksi yang sering dibanggakan PLN untuk saling melengkapi kebutuhan energi di berbagai daerah.
Jika program itu memang benar-benar ada, muncul pertanyaan kenapa energi listrik yang dialami di Aceh, Riau, dan Sumatera Selatan tidak dikirim untuk mengatasi krisis listrik di Sumut.
“Berarti kebobrokan pengelolaan kelistrikan telah menyebabkan interkoneksi itu terganggu atau PLN bohong bahwa interkoneksi itu ada” katanya.
Keuntungan
Menurut Brilian, dari penelusuran dan penelahaan selama ini, ada kesan masalah pembangunan pembangkit itu sengaja ditelantarkan karena memberikan keuntungan pribadi bagi pembuat keputusan di lingkungan PLN. Dengan alasan itu, PLN terpaksa menyewa genset atau mesin pem-bangkit dari pihak swasta, yang lagi-lagi memberi keuntungan pribadi bagi petinggi PLN.
Jadi, muncul pemikiran kalau oknum direksi PLN lebih suka menempuh kebijakan sewa mesin pembangkit karena ada keuntungan pribadi melalui perjanjian sewa menyewa. “Manfaatnya bagi jajaran direksi, bukan untuk masyarakat” kata Brilian.
Kesan adanya “permainan” dari oknum direksi tersebut kata Brilian, juga dapat dilihat dari kecilnya kemauan politik untuk menyelesaikan PLTA Asahan 3 yang menggunakan tenaga air sebagai modal.
Dengan program PLTA, PLN yang hanya mengeluarkan biaya Rp 60 hingga Rp75/kwh. Program itu akan memberikan keuntungan bagi PLN karena energi listrik tersebut akan dijual dengan harga Rp600/kwh, diluar harga listrik yang dijual ke indutsri.
Namun anehnya kata politisi dari PDI Perjuangan ini, PLN enggan mempercepat pembangunan PLTA Asahan 3 dan lebih senang mengembangkan pembangkit dengan mesin diesel yang harus mengeluarkan biaya Rp1.200/kwh. Wajar saja PLN merugi karena daya listrik itu dijual dengan harga Rp600/kwh, diluar harga indutsri.
Dengan berbagai kondisi diatas, sangat wajar jika krisis listrik di Sumut disebut akibat bobroknya manajemen direksi PLN. “Kita tidak tahu ini dosa siapa. Tetapi kalau kita mau jujur dan melakukan penelusuran secara mendalam dan terbuka, pasti semua itu akan terjawab”, kata Brilian.
Lebih lanjut Brilian menjelaskan, Pansus Kelistrikan DPRD Sumut juga perlu melibatkan jajaran kepolisian dan kejaksaan untuk mengatasi krisis listrik di Sumut, yang tidak tahu asal usul penyebabnya dan kapan akan berakhir, diluar alasan klasik dari menagemen PT PLN.
Selama ini, cukup banyak isu yang beredar jika jajaran PLN di Sumut diduga sering memanfaatkan proses perbaikan, perawatan mesin pem-bangkit dan kerusakan jaringan untuk alasan pemadaman listrik, dan keuntungan pribadi. “Buktinya, sudah ada pejabat PLN di Sumut yang ditahan Kejaksaan Agung” kata Brilian.
Belum lagi proses perbaikkan, perawatan mesin pembangkit dan jaringan tersebut sering dilakukan bukan dengan pertimbangan kebutuhan mesin, melainkan jadwal yang ditentukan pejabat PLN Sumut.
Dugaan adanya praktek mengambil manfaat hingga merugikan keuangan negara dari proses perbaikan dan pera-watan mesin pembangkit semakin kuat, karena banyaknya pejabat PLN yang hidup berpesta pora di dalam maupun luar negeri.
“Terbukti, ada pejabat PLN di Sumut yang kini sudah pensiun mengaku pernah kalah judi miliaran rupiah di Singapura.” kata Brilian.
Dengan begitu bobroknya pengelolaan manajemen PLN di Sumut, sangat wajar jika Pansus Kelistrikan DPRD Sumut harus melibatkan pihak kepolisian dan kejaksaan.
“Pansus harus bisa melakukan evaluasi dan investigasi secara mendalam hingga menembus direksi PLN. Untuk itu keberadaan aparat penegak hukum untuk membongkar kasusu ini juga sangat dibutuhkan. “ Kata Brilian Moktar. (di)