Karut Marut RS
Hingga pertengahan Februari 2010, gedung kelas III RSU dr. Pirngadi Medan (RSPM) belum juga bisa digunakan untuk rawat inap pasien miskin. Padahal, Pj. Walikota Medan H. syamsul Arifin telah memberikan batas waktu hingga akhir Januari 2010 untuk penyelesaian bangunan empat lantai itu.
Anggota Komisi B DPRD Kota Medan Bachrumsyah dan Ketua Komisi E DPRDSU Brilian Moktar mengungkapkan kekecewaannya atas keterlambatan pengoperasian ruang rawat inap pasien miskin. Sementara, bangunan tersebut telah diserahterimakan dari pihak kontraktor kepada pihak RSPM. Bahkan, anggota Komisi B DPRD Kota Medan Bachrumsyah meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) segera memeriksa Direktur RSPM.
“BPK harus memeriksa Direktur RSPM untuk mengungkap keterlambatan pengoperasian gedung tersebut,” katanya kepada Waspada melalui telefon, Rabu 17 Februari 2010.
Bachrumsyah bersama dua anggota Komisi B DPRD Kota Medan lainnya pernah meninjau gedung kelas III tersebut. Ternyata, masih banyak fasilitas gedung yang belum selesai dikerjakan, tetapi sudah diserahterimakan.
“Gedung ini belum bisa digunakan, tetapi kenapa sudah diserahterimakan. Karenanya, BPK harus memeriksa Direktur RSPM untuk mengetahui kenapa dia mau menerima gedung yang belum selesai dikerjakan itu,” tegasnya.
BPK harus memeriksa kontrak kerja pembangunan gedung. Apakah pekerjaannya selesai tepat waktu dan kondisi fisiknya sesuai dengan kontrak kerja.
“Kita sudah lihat sendiri, lantai di tingkat II, III dan IV tidak menggunakan keramik. Apakah ini memang sesuai dengan kontrak kerjanya,” ujarnya.
Bertanggungjawab
Sebelumnya, Komisi E DPRDSU Brilian Moktar yang mengunjungi gedung kelas III RSPM, 16 Februari 2010, terlihat sangat kecewa.
“Pada awal Februari 2010 saya sudah berkunjung ke sini. Dan ini kunjungan saya yang kedua, tapi gedungnya belum selesai juga,” ujar Brilian dengan nada kecewa.
Brilian menilai pihak RSPM dan PT. Putri Mahakam Lestari selaku kontraktor yang membangun gedung harus bertanggungjawab atas keterlambatan pengoperasian ruang rawat inap pasien miskin. Ada statemen Pj. Walikota Medan bahwa dia optimis gedung kelas III bisa dioperasikan sepenuhnya pada akhir Januari 2010. Tapi, sekarang mana buktinya. Kenapa pihak RSPM tidak berpedoman pada statemen Pj. Walikota tersebut.
Dalam kunjungan itu, Brilian masih menemukan sisa-sisa semen yang mengering pada lantai bangunan sehingga lantai menjadi kasar dan tidak rata. Bahkan pada beberapa ruangan masih terlihat instalasi listrik belum selesai dipasang. Bahkan, Brilian mendapat informasi bahwa gedung tersebut telah diserahterimakan dari pihak kontraktor kepada RSPM pada 31 Januari 2010. Padahal, gedung tersebut belum sepenuhnya bisa digunakan untuk rawat inap pasien miskin.
Koordinasi dengan DPRD Medan atas temuan ini, Brilian melakukan koordinasi dengan Komisi B DPRD Kota Medan untuk memanggil Direktur RSPM dan pihak PT. Putri Mahakam Lestari selaku kontraktor untuk diminta pertanggungjawabannya. Kontrak kerja proyek harus diperiksa untuk mengetahui apakah terjadi pelanggaran dalam pelaksanaan pembangunannya.
”Saya sangat kecewa terhadap pembangunan gedung rawat inap pasien miskin ini. Sebab, Pemprovsu telah mengalokasikan dana talangan kesehatan untuk masyarakat miskin. Jika ruang rawat inap tidak bisa digunakan, di mana lagi pasien miskin itu dirawat,” ujarnya.
Wakil Direktur SDM dan Pendidikan RSPM Alisyahbana, SpTHT enggan menjawab pertanyaan Brilian tentang penyebab keterlambatan pengoperasian ruang rawat inap pasien miskin.
“Saya hanya membidangi pendidikan. Mungkin yang bisa menjawab itu direktur atau humas,” ujarnya.
Kasubbag Hukum dan Humas RSPM Edison Peranginangin, SH mengaku tidak bisa memastikan kapan gedung kelas III bisa digunakan untuk rawat inap pasien miskin. Keterlambatan pengoperasian gedung kelas III RSPM ditindaklanjuti Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) dan mengarah adanya indikasi kesalahan prosedur. Brilian meminta Baperjakat Pemprovsu dan Baperjakat Pemko Medan segera mengganti Direktur RSPM serta menempatkan orang yang lebih mengerti tentang manajemen rumah sakit.
Kesalahan prosedur dalam serahterima proyek pembanguan gedung kelas III itu bisa dilihat dari penggunaannya. Seharusnya, Direktur RSPM menolak menggunakan fasilitas lantai I gedung kelas II untuk poli klinik, rawat jalan, karena lantai II, III dan IV belum selesai dikerjakan pihak kontraktor. Direktur RSPM mempunyai wewenang untuk menolak pemindahan poli klinik rawat jalan ke gedung kelas III. Alasannya, bangunan empat lantai belum rampung 100 persen dan tidak layak digunakan untuk pelayanan publik. Dengan digunakannya seluruh fasilitas ruangan di lantai I gedung kelas III, terungkap adanya indikasi pihak RSPM berusaha melindungi kontraktor yang bermasalah. Dampak selanjutnya, tidak tertutup kemungkinan adanya dugaan korupsi, kolusi dan kesalahan prosedur dalam serahterima gedung kelasa III.
Komisi E DPRD Sumatera Utara mendukung proses pemeriksaaan yang dilakukan BPK dan ditindaklanjuti Kejatisu guna mengungkap adanya indikasi tindak padana korupsi dalam serahterima gedung kelas III.
Hasil pengembangan yang dilakukan dua perusahaan melakukan penyimpangan dalam mengerjakan proyek gedung baru kelas III RSPM. Kedua perusahaan yakni PT. Bintang Saudara dan PT. Putri Mahakam Lestari. Tindakan kedua perusahaan tidak bisa dibiarkan. Kejatisu segera mengusut terkait pengerjaan proyek bernilai Rp. 14 miliar lebih.
Pernyataan Brilian yang dilontarkan kepada sejumlah wartawan 10 Mei 2010 meminta kedua perusahaan harus bertanggungjawab. Selain rekanan, juga memanggil pimpinan proyek (Pimpro). Proyek ini banyak penyimpangan. Brilian meminta Kejatisu segera memanggil dua pimpinan perusahaan dan Pimpro.
Kedua perusahaan dinilai melakukan berbagai kesalahan hingga terjadi banyak kerusakan pada struktur gedung yang baru saja dibangun. PT. Bintang Saudara merupakan perusahaan pememang tender pertama proyek gedung baru kelas III RSPM di tahun 2008. Hingga penghujung tahun, batas waktu pengerjaan proyek tidak terpenuhi. Karena itu PT. Bintang Saudara dijatuhi sanksi pemutusan hubungan kerja sepihak dan black list.
Memasuki tahun 2009, proses pengerjaan kembali berlanjut dengan PT. Putri Mahakam Lestari sebagai pelaksana proyek. Dalam proses pengerjaan PT. Putri Mahakam Lestari juga melewsati batas waktu yang telah ditentukan oleh Pj. Walikota Medan di Bulan Januari 2010. Pengerjaannya sendiri terkesan dipaksanakan. Sebab, struktur bangunan yang belum selesai total sudah diserahterimakan kepada pihak RSPM selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) di bulan Januari. Hingga April 2010, pekerja dari PT. Putri Mahakam masih terlihat melakukan pengerjaan di sejumlah titik. Antara lain lantai lift, lampu, aliran listrik maupun aliran air.
Memasuki Mei 2010, pihak direksi RSPM mulai mengoperasikan gedung kelas III. Dampaknya, sejumlah fasilitas seperti wastafel seluruh kamar mandi rusak dan bocor. Selain itu saluran pembuangan air dari kamar mandi yang terletak di plafon atap bocor hingga menyebabkan asbes ambruk hingga sarang lampu rusak ditambah lagi gaji dua pengawas proyek selama tiga bulan sebesar Rp. 6 juta belum juga dibayarkan pihak kontraktor.
Brilian sempat menyindir DPRD Kota Medalam dalam menyikapi masalah pembangunan gedung lantai III RSPM. Brilian mengharapkan agar DPRD Kota Medan lebih pro aktif dalam menyikapi berbagai masalah yang terjadi di lingkungan RSPM. Tidak hanya masalah keterlambatan pengoperasian gedung kelas III RSPM. Brilian juga mempertanyakan dana hibah kepada Humas RSPM. Edison Peranginangin membantah pihak RSPM telah menerima dana hibah dari PT. Askes sebesar Rp.4 miliar.
Penyataan Edison Peranginangin sontok mengejutkan Brilian. Pasalnya PT. Askes tanggal 10 Februari 2010 mengirimkan surat tembusan ke Komisi E DPRD Sumatera Utara yang menyebutkan PT. Askes telah memberikan dana hibah Rp. 4 miliar kepada RSPM dan RS Adam Malik yang disebut untuk pembangunan gedung kelas I.
Terafo Meledak
Insiden meledaknya trafo di PR Pirngadi Medan 8 Februari 2010 menyebabkan padamnya listrik yang mengakibatkan empat pasien meninggal dunia yakni Ferri Kapri (19) penduduk Dusun 6 Sidomulyo Langkat meninggal pukul 11.30 WIB di ruang ICU. OM Pangaribuan (83) penduduk Jalan Pon III, Kelurahan Pasar Medan Barat Medan meninggal pukul 12.45 WIB di ruang ICU. Bayi berusia empat hari penduduk Dusun I, Desa Saentis, Deli Serdang meningal pukul 14.30 WIB di ruang Perinatologi dan Heriyani penduduk Jalan Gaperta Medan meninggal pukul 10.45 WIB di ruang Unit Stroke menjadi perhatian Brilian yang meminta pihak RSPM segera merealisasikan uang duka kepada keluarga pasien yang meninggal akibat dari matinya aliran listrik di rumah sakit. Pemberian uang duka tidak berupa ala kadar tapi sepantasnya diberikan kepada korban.
Pemberian uang duka kepada keluarga pasien yang meninggal merupakan bentuk perhatian dan kepedulian RSPM. Jika ganti rugi tidak segera direalisasikan, maka akan muncul kesan kalau RSPM tidak mempunyai perhatian dan tidak peduli terhadap nasib pasiennya yang meninggal tersebut.
Brilian mendukung instrukti Gubernur Sumatera Utara H. Syamsul Arifin SE yang menerintahkan RSPM segera membayar ganti rugi sebagai upaya menyelesaikan secara kekeluargaan. Bila persoalan ini tidak segera diatasi RSPM, Brilian sedikit mengancam akan membawa ke DPRD Sumatera Utara.
“Sekali lagi saya ingatkan agar pihak RSPM segera membayar ganti rugi terhadap pasien yang meninggal. Jangan sampai masalah ini dibawa ke DPRD, baru pihak RSPM membayar ganti rugi,” tegas Brilian kepada wartawan 22 Februari 2010 di gedung DPRD Sumatera Utara.
Penyelesaian uang duka kepada pasien korban, Kasubbag Hukum dan Humas PRUD dr. Pirngadi, Edison Peranginangin SH menyebutkan, pihaknya masih melakukan pendekatan kepada pihak keluarga. Mengenai realisasi pembayaran dan besaran jumlah ganti rugi belum bisa memastikan.
Persoalan lain yang disebabkan trafo RSPM meledak, berhentinya aktivitas Instalasi Bedan Sentral. Brilian bersama DPD RI Asal Sumatera Utara, Parlindungan Purba 15 Februari 2010 melakukan inspeksi mendadak secara bersamaan ke RSPM. Brilian memberi ultimatum kepada pihak RSPM agar segera mengatasi masalah gangguan listrik dan mengaktifkan Instalasi Bedan Sentral sehingga seluruh pasien dari berbagai daerah yang hendak menjalani operasi bisa dilayani.
Brilian mengingatkan RSPM menjadi pusat rujukan di Sumatera Utara. Kasihan jika ada pasien dari daerah lain yang jauh-jauh datang ke sini, tiba-tiba tidak bisa menjalani operasi. Pihak manajemen RSPM mempercepat proses perbaikan instalasi listrik dan segera mengaktifkan Instalasi Bedah Sentral.
Hasil Inspeksi mendadat, Brilian menemukan adanya instalasi listrik RSPM yang tidak menggunakan kabel padat. Sedangkan instalasi listrik tadi menggunakan kabel biasa sehingga dikhawatirkan akan mudah mengalami kerusakan.
Martha Friska
Berbagai persoalan tidak saja terjadi di RSPM. Nasib Sabam Pasaribu, pasien operasi telinga disekap di ruang 102 Lt I, RSU Martha Friska di bulan Februari 2010. Meski berstatus peserta Jamsostek dan pemegang Jamkesmas, dia tetap diharuskan membayar biaya perawatan medis sebesar Rp. 9,6 juta.
“Ini benar-benar telah menyalahi fungsi sosial rumah sakit. Padahal rumah sakit swasta telah diberikan anggaran 25 persen untuk melayani pasien kurang mampu. Jadi tidak ada lagi alasan bagi rumah sakit. Kalau Jamsostek tak bisa digunakan, kan bisa dialihkan dari anggaran 25 persen tadi,” ketus Ketua Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi), dr Sjahrial.
Sjahrial menuding, perbuatan RSU Martha Friska telah melanggar Hak Azasi Manusia (HAM). penyekapan pasien sangat tidak dibenarkan. Dinas Kesehatan Medan segera mengambil tindakan. Kalau ada Jamkesmas, tidak ada alasan lagi bagi rumah sakit untuk menolaknya.
Kepala Dinas Kesehatan Medan, dr Edwin, prosedur 3×24 jam untuk menetapkan status pasien Jamkesmas dipastikannya tak benar. Hanya saja, dr Edwin menyayangkan pasien yang tidak dari awal memberikan Jamkeskas.
Lanjut dr Edwin, kondisi itulah yang kemungkinan membuat pihak rumah sakit ragu untuk mengklaim status Sabam Pasaribu. “Kita hanya bisa pelajari prosedur yang telah ditetapkan. Apabila ini ada kesalahan dari rumah sakit, pasti akan kita tindak,” ujarnya singkat.
Menyahuti persoalan ini Brilian menindaklanjuti dengan menyurati rumah sakit dan Dinkes Medan. Dari surat balasan yang diterima, Brilian menyalahkan Sabam Pasaribu. Alasannya, sejak awal pasien operasi telinga ini hanya menerangkan Jamsostek. Padahal dia juga terdaftar sebagai peserta Jamkesmas. Brilian tetap berjuang membela Sabam. Setidaknya status Jamsostek Sabam dibenarkan Disnaker.
“Pihak rumah sakit juga salah. Kenapa saat menerima pasien tak langsung berkordinasi soal status Jamsostek pada perusahaan? Lagi pula, apa dasar rumah sakit langsung menggugurkan Jamsostek pasien? Sebab status PHK-nya kan masih dalam persoalan yang belum tuntas di Disnaker,” ketus Brilian.
Komisi E DPRD Sumatera Utara mempertanyakan status kerja Sabam Pasaribu ke Disnaker. Apabila PHK itu belum sah, maka Jamsostek masih berlaku. Kalau rumah sakit tetap menolak, akan diajukan dana talangan dari Pemprovsu agar pasien dapat dipulangkan.
Brilian sangat menyayangkan pelayanan RSU Martha Friska. Kesannya, keputusan itu diambil sendiri tanpa konfirmasi terhadap Sabam Pasaribu. Akibatnya pasien menjadi korban. Saat kembali mengunjungi rumah sakit yang beralamat di Jl KLY Sudarso, Brilian melihat Sabam Pasaribu masih terbaring di ruangannya.
“Saya di sini aja terus bang. Saya terus diawasi satpam. Saya dipaksa bayar Rp9,6 juta. Saya tak ada uang untuk bayar itu,” keluhnya.
Pihak managemen RSU Martha Friska melalui marketingnya, Siti, bersikeras Jamsostek Sabam telah gugur. Sebab awal masuknya, bertepatan hari Sabtu di mana status itu tak bisa langsung dikonfirmasi. Dia sudah tanya dengan personalia. Hasilnya Sabam tak lagi kerja. Pernyataan personalia menjadi dasar menggugurkan Jamsostek Sabamdan ditetapkan sebagai pasien umum. Managemen RSU Martha Friska tak dapat menerima Jamkesmas Sabam lantaran telah lebih dari 3×24 jam masa pemberitahuan.
“Kata orang provider, kartu Jamkesmasnya tak bisa lagi diterima. Makanya kita tetapkan dia sebagai pasien umum. Makanya kita tak bisa memberinya pulang sebelum membayar biayanya. Semua ini keputusan management,” jelas Siti.
Melalui telepon yang disambungkan, pihak provider Asuransi Jamkesmas di Dinkes Medan yang tak menyebutkan namanya mengatakan, status Jamkesmas Sabam tak lagi bisa diterima lantaran telah lewat masa pemberitahuan 3×24 jam. Dijelaskan wanita dari balik gagang telepon itu, jika Jamkesmas tetap diterima, akan menimbulkan masalah dengan Dinkes Medan saat dilakukan klaim. Ini sesuai aturan bang. Makanya kami tidak bisa menerimanya,” terangnya.
Pernyataan ini sangat bertolak belakang dengan keterangan Ketua Persi, dr Sjahrial R Anas serta Kadis Dinkes Medan, dr Edwin sebelumnya. Kedua pejabat di lembaga kesehatan ini dengan tegas mengatakan, tidak ada jangka waktu bagi pasien untuk menyerahkan Jamkesmasnya.
Perawat Protes
Kisruh yang terjadi antara ratusan perawat dengan Direktur RSUP H. Adam Malik Medan menyesalkan tindakan itu terjadi, karena itu sangat merugikan pasien. Tapi, aksi itu mungkin upaya terakhir perawat untuk menyelesaikan persoalan internal mereka dengan manajemen RS.
Sebagaimana rumah sakit tipe A, harusnya sudah ada standar operasional prosedur kerja perawat. Di sisi lain, jika memang kurang tenaga perawat, pihak direksi bisa memanfaatkan perawat yang sedang mengenyam pendidikan di sana. Bahkan jika perlu, direksi mengajukan permohonan kepada Kemenkes untuk menambah perawat.
Brilian meminta direksi segera menuntaskan masalah tersebut. Jangan sampai masalah menjadi panjang.
“Saya yakin direksi mampu. Kalau tidak, maka direksinya perlu dievaluasi,” ucapnya.
Disisi lain, jika ada keluhan perawat, bisa memanfaatkan institusi yang ada seperti Dinas Kesehatan atau DPRD. Jika ada masalah sampaikan kepada kita dengan bukti. Kita dari Komisi E DPRD Sumut siap menerimanya.