Fraksi PDI Perjuangan DPRD Sumut Terima Enam Pengaduan Korban P2TL
Ketika membuat pengaduan, Amat Perangin-angin yang berprofesi sebagai pemilik bengkel menyatakan, pihaknya sangat merasa dirugikan dengan perilaku petugas P2TL.
Pada April 2011, bengkelnya didatangi sejumlah petugas P2TL yang memeriksa meteran listriknya untuk mengetahui penggunaan arus.
Namun tanpa pengujian di laboratorium listrik, petugas P2TL itu menuduhnya telah berhutang daya listrik dari pemakaian selama ini atau minus hingga 130 persen. Dengan alasan tersebut, petugas P2TL yang memutus meteran listriknya itu mewa-jibkan Amat Perangin-angin untuk membayar denda sebesar Rp102 juta.
Setelah meteran listriknya dibawa ke laboratorium pengujian, ternyata pembayarannya plus 50 persen jika dibandingkan dengan penggunaan arus yang tertera. Namun petugas P2TL dan pegawai PLN tidak memperdulikannya. “Malah dendanya dinaikkan menjadi Rp108 juta,” katanya.
Keberatan yang hampir serupa juga disampaikan Djawawi yang dikenakan denda sebesar Rp30 juta sejak April 2011 dan diputus meteran listriknya. Disebabkan masih membutuhkan arus listrik untuk penerangan dan kegiatan usaha, Djawawi mencicil denda yang ditetapkan petugas P2TL tersebut.
Namun enam bulan kemudian, petugas P2TL tersebut baru memasang kembali meteran listrik yang diputus itu. “Enam bulan saya memakai listrik tanpa meteran dan dikenakan biaya yang lebih besar,” katanya.
Bantu
Bendahara Fraksi PDI Perjuangan DPRD Sumut Brilian Moktar mengatakan, pendirian posko itu dimaksudkan untuk membantu masyarakat yang merasa dirugikan atau teraniaya atas perilaku petugas P2TL.
Sebenarnya, Fraksi PDI Perjuangan DPRD Sumut tidak mempermasalahkan pelaksanaan P2TL yang dilaksanakan pihak PLN. “Malah kami mendukung untuk mengurangi aksi pencurian arus listrik,” katanya.
Namun, kata dia, petugas yang melaksanakan P2TL tersebut diharapkan tidak bertindak sewenang-wenang dalan memberikan sanksi terhadap masyarakat.”Jangan mereka merasa “super body” dengan menjadi polisi, jaksa, dan hakim sekaligus,” katanya.
Brilian mengatakan, PLN sebagai badan usaha milik negara (BUMN) harus dapat memahami kondisi masyarakat yang masih dalam kondisi sulit. Pada dasarnya, hampir seluruh lapisan masyarakat memiliki niat yang baik dalam penggunaan arus listrik dan menjaga berbagai aset BUMN itu.
Namun disebabkan ketidak-tahuan masyarakat dan lemahnya sosialisasi dari PLN tentang cara merawat instalasi, akhirnya banyak masyarakat yang menjadi korban.
Karena itu, pihaknya meminta Dirut PLN Dahlan Iskan untuk semakin aktif menyosialisasikan Keputusan Direksi Nomor 234 tentang P2TL tersebut. Apalagi dalam kenyataannya, cukup banyak petugas yang tidak melakukan tugas P2TL tersebut sesuai dengan prosedur.
Ia mencontohkan adanya petugas P2TL yang menuduh masyarakat sebagai pelaku pencurian arus listrik dan mewajibkannya untuk membayar denda dalam jumlah tertentu hanya karena kerusakan segel di instalasi listrik.
Padahal, berdasarkan Keputusan Direksi Nomor 234 tentang P2TL itu, kerusakan segel tidak dikenakan denda,” katanya.
Memang, kata Brilian, hingga pukul 14.00 WIB, baru enam anggota masyarakat yang membuat pengaduan tentang P2TL ke Fraksi PDI Perjuangan DPRD Sumut.
Namun pihaknya berkeyakinan jumlah tersebut akan bertambah. “Di Komplek Cemara Hijau saja ada 45 orang yang menjadi korban P2TL. Dan mertaeak akan melaporkan hal ini kepada kiota,” kata mantan Ketua Komisi E DPRD Sumut ini. (di)