Dibutuhkan Perda untuk Melindungi Hak Disabilitas
DUA HARI ke depan, seluruh dunia memperingati Hari Internasional Penyandang Disabilitas. Indonesia salah satu negara yang setiap tahun memperingati Hari Internasional Penyandang Disabilitas yang dideklarasikan Majelis Umum PBB pada tahun 1982.
Oleh: Fahrin Malau. Kenyataanya. Sampai hari ini masih banyak hak-hak penyandang disabilitas diabaikan pemerintah, mulai dari pusat sampai daerah. Padahal adanya Hari Internasional Penyandang Disabilitas untuk meningkatkan kesadaran tentang isu-isu kecacatan, hak-hak fundamental para penyandang disabilitas dan integrasi. Peringatan ini memperluas kesempatan untuk menginisialisasi tindakan untuk mencapai tujuan kesetaraan, hak asasi manusia dan kontribusi dalam masyarakat dari penyandang disabilitas.
Diperkirakan sekitar 15% dari jumlah penduduk dunia atau kurang lebih sebanyak satu miliar orang, merupakan penyandang disabilitas. Orang seringkali tidak menyadari banyaknya penyandang disabilitas di seluruh dunia dan tantangan yang mereka hadapi. WHO mempunyai misi untuk meningkatkan kualitas hidup bagi para penyandang disabilitas melalui upaya nasional, regional dan global dan meningkatkan kesadaran tentang besar serta dampaknya. Indonesia sebagai negara keempat dengan jumlah penduduk terbanyak sebenarnya memiliki penyandang disabilitas yang cukup banyak. Hanya saja sampai saat ini tidak ada data yang akurat, berapa banyak penyandang disabilitas termasuk di Sumatera Utara.
Malakoni hidup sebagai penyandang disabilitas tidaklah mudah. Keterbatasan fisik dan mental menyebabkan ruang gerak menjadi sempit. Sayangnya, keterbatasan penyandang disabilitas tidak didukung penyediaan fasilitas, akhirnya ruang gerak penyandang cacat semakin sempit.
Kondisi ini diakui Ketua Komisi E DPRD Sumatera Utara, Brilian Moktar. Indonesia sudah merdeka selama 68 tahun, kenyataannya masih banyak penyandang disabilitas yang hak-haknya belum terpenuhi oleh undang-undang. Kondisi ini, selalu dibahas Komisi-E DPRD Sumatera Utara. Hanya saja, tidak mendapat sambutan dari pemerintah provinsi.
“Sejak tahun 2009 waktu itu saya sebagai Ketua Komisi-E DPRD Sumatera Utara, sudah mengajukan perlu ada peraturan daerah Sumatera Utara yang melindungi hak-hak penyandang disabilitas. Kini setelah saya terpilih lagi sebagai Ketua Komisi-E DPRD Sumatera Utara, kembali mengajukan perlu ada peraturan daerah yang melindungi hak-hak penyandang disabilitas,” ungkap Brilian dari Fraksi PDI Perjuangan Sumatera Utara.
Berdasarkan data dari Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara, pelayanan dan rehabilitas penyandang disabilitas berada di UPTD Harapan Teratai Bah Kapul, Jalan Sisingamangaraja No. 68 Pematang Siantar, diperuntukkan penyandang disabilitas rungu wicara. UPTD Panti Sosial Disabilitas Netra “Baladewa”, Jalan Soekarno Hatta KM. 4,5 Tebing Tinggi. UPTD Panti Karya “Budi Bakti” Sei Buluh Jalan Medan Tebing Tinggi Desa Sei Buluh Kecamatan Perbaungan Kebupaten Serdang Bedage yang diperuntukkan penyandang disabilitas netra. Selain panti untuk penyandang disabilitas rungu wicara dan disabilitas netra, juga ada panti sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara di Jalan Pancing No. 277 Medan milik Departemen Sosial RI.
“Saat ini ada 18 UPTD yang tersebar di kabupaten dan kota Sumatera Utara,” ungkapnya.
Bila melihat jumlah UPTD yang ada, masih sangat sedikit bila dibandingkan dengan jumlah penduduk dan luas wilayah Sumatera Utara. Tentu juga bila persoalan ini sepenuhnya menjadi tanggungjawab pemerintah provinsi tidak tepat. Persoalan penyandang disabilitas menjadi tanggungjawab bersama seperti pemerintan pusat, kabupaten dan juga elemen masyarakat diminta untuk memberikan kontribusi orang penyandang disabilitas.
Masih banyak kabupaten dan kota di Sumatera Utara yang tidak mengalokasi anggarannya untuk penyandang disabilitas. Di dalam regulasi pemerintah belum pernah ditulis penyandang disabilitas tanggungjawab provinsi. Undang-undang mengamanatkan penyandang disabilitas tanggungjawab negara. Negara dalam hal ini semua perangkat yang ada di Indonesia. “Pemerintah kabupaten dan kota tidak boleh lepas tanggungjawab dalam pembinaan penyandang disabilitas. Pemerintah kabupaten dan kota harus memiliki tanggungjawab,” tegasnya.
Pemerintah lanjutnya harus menyediakan fasilitas umum untuk penyandang disabilitas. Berapa rumah sakit yang menyediakan fasilitas penyandang disabilitas. Begitu juga fasilitas jalan untuk penyandang disabilitas. Begitu juga fasilitas WC untuk penyandang disabilitas dan masih banyak fasilitas lainnya. Fasilitas ini tidak hanya harus disediakan isntansi swasta, juga pemerintah. Sangat ironis di instansi pemerintah sampai sekarang belum menyediakan fasilitas untuk penyandang disabilitas.
Berimbang
Pelayanan penyandang disabilitas masih terabaikan. Padahal penyandang disabilitas juga mempunyai hak dan kewajiban yang sama masyarakat normal yang diatur dalam Undang-Undang. Sayangnya kesamaan hak dan kewajiban belum dapat diwujudnya. Secara kasap mata masih terjadi kesenjangan fasilitas yang diperuntukkan penyandang disabilitas. Perhatian pemerintah kabupaten dan kota Sumatera Utara ternyata masih kurang. Seharusnya pemerintah kabupaten dan kota lebih bertanggungjawab dengan mengalokasikan anggaran untuk kebutuhan penyandang disabilitas seperti pendirikan, bimbingan mental dan sosial dan pelatihan agar dapat mandiri. “Kita melalui komisi-E mendesak gubernur memperhatikan kebutuhan penyandang disabilitas,” tegasnya.
Perjuangan yang dilakukan meminta pemerintah perlu adanya layanan terpadu kepada penyandang disabilitas dengan melibatkan Dinas Sosial, Kesehatan, Pendidikan, Olahraga ditambah Kanwil Agama provinsi. Pada UPTD harus melibatkan keempat dinas ditambah Kanwil Agama provinsi. Tujuannya agar penyandang disabilitas mendapatkan pembinaan yang lebih baik.
Begitu pula gubernur harus mampu meminta kepada kabupaten dan kota untuk menyediakan anggaran yang cukup kepada penyandang disabilitas. Selama ini, gubernur belum menunjukkan perhatian yang serius kepada penyandang disabilitas. Gubernur sebenarnya memiliki kekuatan untuk menekan kabupaten dan kota. Hanya saja kekuatan yang dimiliki tidak dilakukan.
Disisi lain Brilian menyoroti perlu ada perimbangan anggaran yang diberikan. APBD 2013 gubernur menyediakan anggaran Rp. 100 miliar untuk Dinas Jalan dan Jembatan. Pada APBD 2014 mendatang Dinas Jalan dan Jembatan tetap mendapatkan anggaran Rp. 100 miliar. Dinas Pendidikan tahun 2014 mengalami kekurangan mencapai Rp. 100 miliar dari sebelumnya Rp. 280 miliar. Begitu juga dengan dinas lainnya.
Pengurangan anggaran dikhawatirkan akan mempengaruhi pencapaian keberhasilan. Misalnya pengurangan anggaran di Dinas Pendidikan. Bagaimana mungkin pendidikan penyandang disabilitas dapat ditingkatkan. Begitu juga kesehatan dan sebagainya yang anggarannya mengalami pengurangan.