Brilian Moktar: Penanganan Masalah Tenaga Kerja di Sumut Masih Jauh dari Harapan
Medan, (Analisa). Penanganan tenaga kerja di Sumut dinilai masih jauh dari memuaskan. Komisi E DPRD Sumatera Utara bahkan memberi ‘raport merah’ terhadap penanganan tenaga kerja yang dilakukan Pemprovsu, khusus-nya yang dilakukan Dinas Tenaga Kerja (Disnaker).
Demikian diungkapkan anggota DPRD Sumut yang juga Ketua Komisi E DPRD Sumatera Utara, Brilian Moktar, Selasa (24/12), menanggapi sejumlah persoalan yang berhubungan dengan Komisi E selama Tahun 2013.
Menurut Brilian Moktar, akibat belum memuaskannya penanganan tenaga kerja mengakibatkan banyak buruh berunjukrasa ke DPRD Sumut, khususnya ke Komisi E. Hingga kini pun menurutnya belum ada satu kebijakan dari Pemprovsu terutama yang berbentuk Peraturan Daerah (Perda), yang berpihak kepada tenaga kerja.
Bahkan menurut politisi PDI Perjuangan itu, Undang-Undang No.13 tahun 2003 belum dijalankan dengan benar. Banyak outsourching yang pelaksanaannya tidak sesuai amanat undang-undang. Negara harus melindungi tenaga kerja termasuk persoalan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek).
Brilian Moktar meminta Dinas Tenaga Kerja tidak ‘main mata’ dengan pengusaha dalam menangani kasus perburuhan di Sumatera Utara. Penanganan perselisihan buruh harus diselesaikan selambatnya dalam waktu 3 bulan, setelah melalui bipartid maupun tripartid.
“Tapi sampai saat ini jarang ada yang tiga bulan disele-saikan sehingga mereka demo ke DPRD. Kalau saya boleh berikan raport, permasalahan tenaga kerja masih rapor merah. Penanganan tenaga kerja masih raport merah,” tegas Brilian Moktar.
Pendidikan
Hal lainnya, Brilian Moktar juga berharap agar tahun 2014 anggaran pendidikan tidak berada di bawah angka 20 persen, seperti tahun anggaran 2012. Dimana pemerintah mengklaim anggaran pendidikan sudah memenuhi 20 persen se-suai yang diamanatkan undang-undang.
“Menurut saya cukup zalim jika anggaran BOS Rp1,7 triliun dimasukkan sebagai anggaran pendidikan di Sumatera utara. Karena dana BOS itu merupakan anggaran negara bersumber dari APBN. Kita harapkan angka 20 persen itu real dari APBD Sumut,” tegas Brilian.
Diingatkannya, anggaran 20 persen itu sesungguhnya untuk anggaran olahraga, kebudayaan dan pendidikan, tidak termasuk anggaran pelatihan dan training yang dilakukan baik oleh Dinas Tenaga Kerja maupun Dinas Sosial. “Itu pun saya harus terima kasih pada Gubsu dan Sekda selaku TAPD dimana anggaran pendidikan yang semula dicanangkan Rp 185 miliar sudah dinaikan menjadi Rp249 miliar,” ujarnya.
Komisi E berharap prioritas pendidikan pembangunan menyangkut usia dini sampai ke SMA (pendidikan dasar) harus lebih diperhatikan khu-susnya di daerah Madina, Tapsel, Taput, Tapteng, Sidikalang, Pakpak, Langkat, Nias dan sekitarnya. “Itu sangat memprihatinkan,” ujarnya.
Terkait kualitas pendidikan di Sumut, kata Brilian Moktar, masih belum menjawab tantangan pembangunan. Dia berharap kepada Pemprovsu khususnya Dinas Pendidikan untuk lebih selektif dalam pengangkatan seorang guru khususnya guru berstatus PNS.
“Seorang pendidik yang menempuh pendidikan guru saja belum tentu prima, apalagi kalau bukan guru. Negara harus konsisten. Jika bukan guru jangan diangkat menjadi guru,” ujarnya.
Saat kampanye, kata Brilian Moktar, Gubsu Gatot Pudjo Nugroho mengatakan akan menganggarkan anggaran pendi-dikan Rp1 Triliun dan akan membangun 45 ribu ruang kelas baru di Sumut, sehingga ruang kelas itu menjadi layak untuk digunakan. “Kita harapkan Gubsu merealisasikan janjinya itu,” ujarnya.
Brilian Moktar mengakui, memang ada upaya dari Pemprovsu untuk memperbaiki kualitas pendidikan di daerah ini, tetapi masih berjalan lamban. “Kita minta gubernur selaku pengendali di daerah ini untuk melakukan terobosan, serta mendudukkan orang yang tepat dalam mengelola sektor ini. “ Harus ada komitmen yang jelas, bukan hanya sekedar retorika saja”, kata Brilian Moktar
Kesehatan
Sementara menyangkut Kesehatan Pemprovsu harus memberikan perhataian khusus, terutama dalam pelayanan Jamkesmas serta penyediaan infrastruktur seperti pemba-ngunan rumah sakit, serta tersedianya tenaga medis seperti doketer spesialis.
Menurut Brilian ada beberapa sentra daerah yang perlu pembangunan rumah sakit berkelas B oleh Pemprovsu se-perti di Tapsel, Asahan, Taput, Tanah Karo, Langkat dan Nias. Hal ini duimaksudkan untuk mempermudah masyarakat dalam memperoleh layanan kesehatan, tidak seperti sekarang ini masayarakat harus ke Kota Medan.
Terkait masih minimnya tenaga medis di daerah, seperti dokter spesialis, Pemprovsu harus mengambil langkah efektif dengan memberikan bea siswa bagi para dokter, tetapi syarat diberikan ikatan dinas selama lima tahun untuk bertugas di daerah-daerah terpencil.
“Menyangakut biaya, sebaiknya Pemprovsu mendanai sendiri. Tetapi kalau tidak mampu, Pemprovsu bisa melakukan kerjasama dengan pemerintah Kabupaten/kota, atau meminta bantuan dari peme-rintah Pusat melalui dana APBN”, kata Brilian Moktar.
Komisi E juga berharap Pemprovsu dapat segera menyelesaikan penangangan pengungsi Sinabung yang hingga kini sudah memasuk 105 hari di pengungsian. Se-mentara anggaran masih sangat minim hanya sekitar Rp18 miliar dan dana cadangan Rp7,5 miliar saja. (di)