Brilian Moktar: Pemanfaatan Candi Bahal Harus Seperti Borobudur
Ketua Walubi Sumut Brilian Moktar S.E., M.M., M.H memiliki mimpi agar pemanfaatan Candi Bahal jauh lebih baik lagi seperti candi Borobudur atau candi lainnya yang ada di pulau Jawa, khususnya bagi umat Buddha dan masyarakat pada umumnya.
Demikian dikatakan Brilian usai bertemu dengan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sumatera Utara (Sumut), Zumri Sulthony, Selasa (13/6) di kantor dinas Pariwisata dan Budaya Jalan William Iskandar Deliserdang.
Pertemuan itu juga dihadiri Ketua Majelis Buddhayana Indonesia (MBI) DPD Provinsi Sumatera Utara, Ir. Eddy Sujono Setiawan S.E, Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Sukron Edi, dan tokoh masyarakat Sumut Parlindungan Purba. Pertemuan tersebut membahas tentang seputaran pengembangan Candi Bahal dari berbagai sisi ekonomis dan sebagai tempat ibadah.

Menurut Brilian, di Jawa, walaupun seputar candi banyak masyarakat muslim, tapi mereka dapat multiplier effect yang bagus dari keberadaan candi. Dari sisi ekonomi sangat menguntungkan. Banyak tour guide dari warga sekitar yang mampu menjelaskan keberadaan candi kepada wisatawan.
“Mereka mampu menjelaskan agama Buddha dan keberadaan candi dan sejarahnya jauh lebih baik daripada Brilian Moktar sendiri, karena mereka dididik pemerintah dan ditugaskan serta dapat honor. Saya punya mimpi begitu juga Candi Bahal,” sebut mantan anggota DPRD Sumut dua periode ini.
Apalagi, kata Brilian, Candi Bahal jauh lebih besar dari Candi Bobobudur, Candi Mendut dan beberapa candi yang ada di Indonesia. Candi Bahal terletak dibeberapa kabupaten. Lokasinya mencapai ratusan hektare. Saat ini masih ditemukan Bahal satu, dua dan tiga masih sebagian kecil dari yang sesungguhnya.
Sisi spiritual
Dari sisi spritualnya, Brilian berharap Candi Bahal manjadi satu pusat ritual agama. “Di agama Buddha itu ada empat hari besar, Asada, Mahapuja, Waisak dan Katina. Kesemuanya itu bisa dilakukan disana. Bayangkan saja, hanya umat Buddha Sumut saja sudah penuh. Kalau seperti di Jambi Candi Muara Takus, areanya beberapa kali lebih besar sehingga bisa untuk acara lebih besar bahkan Presiden datang ke sana,” jelasnya.

Brilian menceritakan, sekarang untuk sampai ke Candi Bahal dari kota di Paluta sekira satu jam lebih. Tidak ada aktivitas ekonomi. Pengunjung hanya bisa minum air mineral dan makan mi instan. Hotel juga terbatas, yang ada hotel sekitar 45 menit dari lokasi.
Dia berharap, ada kerja sama segenap pihak untuk membenahinya. Mulai dari infrastruktur, jalan dan kemudahan akses. Kesiapan usaha kecil menengah masyarakat dan pemerintah membuat perda yang berkaitan untuk kemajuan Candi Bahal. Undang-undangnya sendiri sudah ada yakni UU No 10/2006 tentang Purbakala.
“Di situ dijelaskan, selain situs sejarah, candi juga untuk tempat ibadah. Hal ini belum tersosialisasi dengan baik ke masyarakat,” ungkap Ketua Taruna Merah Putih Sumut ini.
Jadi, tambah Brilian, penanganan Candi Bahal harus dilakukan bersama sama. Dari berbagai unsur pemerintah, masyarakat dan Walubi. Walubi siap berbagi tugas sesuai dengan apa yang bisa dilakukan. Pemerintah dari sisi infrastruktur dan mempersiapkan masyarakat sedangkan Walubi mempersiapkan agenda agenda acara keagamaan.
“Saya ingin keberadaan Candi Bahal itu memiliki nilai ekonomis tinggi bagi masyarakat, selain fungsinya untuk kegiatan ibadah,” jelasnya. Bayangkan, katanya, kalau jalan tol tembus sampai ke Rantauprapat dan dari kotanya infrastruktur bagus ke lokasi candi, maka akan meningkatkan arus wisatawan ratusan ribu setiap tahun ke Sumut. Hal ini harus disambut juga dengan UMKN masyarakatnya.
“Dulu ada warga yang jual miniatur candi. Kemarin saat Waisak bersama tidak ada. Padahal yang hadir 2500 orang, tidak ada suvenir dan baju kaos untuk oleh oleh. Kan, sayang,” tambah Brilian.
Bermanfaat
Tokoh masyarakat Parlindungan Purba mengaku mendukung agar Candi Bahal dikelola menjadi lebih baik. Sehingga keberadannya bermanfaat tidak hanya Umat Buddha di Sumatera Utara akan tetapi juga untuk Indonesia pada umumnya serta untuk masyarakat di sekitar candi. Ini harus kita perhatikan dan pikirkan bersama bagaimana tata laksanakan yang sesuai dengan Undang-Undang Cagar Budaya dan Bupati juga sangat welcome untuk pengembangan,” kata mantan anggota DPD RI tersebut.
Hal serupa dikatakan Ketua Majelis Buddhayana Indonesia (MBI) DPD Provinsi Sumatera Utara, Ir. Eddy Sujono Setiawan SE. Dia menjelaskan adanya imbauan dari Departemen Agama, khususnya Direktorat Bimbingan Masyarakat Buddha agar umat Buddha di seluruh Indonesia memanfaatkan situs situs Candi peninggalan nenek moyang Indonesia.
Tujuannya kata Eddy, untuk ikut serta melestarikan peninggalan purbakala yang harus dijaga dan untuk menumbuhkembangkan keyakinan umat Buddha di Indonesia agar lebih sentral ke Indonesia karena Indonesia menjadi tempat budaya dan spiritual agama Buddha yang cukup terkenal termasuk Candi Borobudur.
Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah II, Sukronedi S.Si., M.A menyampaikan perayaan waisak di daerah Jawa lebih maju karena didukung oleh pemahaman dan kesadaran masyarakat sekitar Candi, mereka mendapatkan dampak ekonomis dari perayaan-perayaan.
Untuk pengembangan Bahal, kalau bisa kita berkunjung ke sana melihat kondisi lapangan apa yang bisa kami lakukan,” kata Sukronedi menegaskan.
Pada kesempatan yang sama Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sumatera Utara Zumri Sulthony mengatakan segera berkoordinasi dengan kabupaten, karena peran kabupaten juga sangat penting.
“Nantikita akan segera buat masterplan. Bagaimana supaya candi itu fungsi yang sebenarnya tetap dilaksanakan sehingga nanti memberikan multiplier effect kepada masyarakat,” kata Zumri.