Agar Tak Lupa Ajaran Bakti
IBARAT bunyi alarm, Festival Chongyang 2022 yang digelar Yayasan Taman Bodhi Asri dan Walubi Sumut, mengingatkan mereka yang muda agar tak lupa bakti mereka terhadap orang yang lebih tua, terlebih orang tua. Bakti terhadap orang tua adalah ajaran yang sudah ‘mendarah-daging’ di kalangan masyarakat Tionghoa.
Ratusan orang terus mengalir dan mengular sejak pukul tiga sore. Mereka berjalan menyusuri jalan yang mengitari sebuah danau taman yang terletak di tengah hunian kamar para penghuni Panti Jompo Taman Bodhi Asri, di Jalan Bintang Terang Ujung, Sunggal, Deli Serdang.

Tony (kanan).
Barisan orang itu, tua muda, memberi hormat saat melewati para lansia yang sebagian duduk di atas kursi roda, sebagian lagi duduk di kursi plastik di sepanjang jalan- jalan yang mengitari danau. Beberapa terlihat mengangsurkan buket bunga yang dibawa kepada para lansia itu.
Minggu sore 4 Oktober 2022, di Taman Bodhi Asri, persisnya di taman Panti Jompo Bodhi Asri, memang tengah diadakan acara istimewa. Perayaan Hari Lansia atau Festival Chongyang. Penyelenggaranya Yayasan Taman Bodhi Asri (TABA) dan Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi) Sumut. Peserta festival tak hanya duduk di bangku-bangku yang disediakan disepanjang jalan di taman, mereka juga berbaur dengan para lansia penghuni panti. Sebagian juga memenuhi sebuah balkon yang menghadap ke arah danau dan menghadap panggung hiburan yang didirikan di tengah jembatan besi yang melintas di tengah danau. Para tamu undangan itu terlihat larut dalam obrolan.

Terlihat Bapak Taiji Indonesia, Master Supandi Kusuma, yang terlibat asyik berbincang dengan Amir Kusno (Abok), anggota Dewan Pembina Yayasan TABA dan Ketua Umum Komunitas Masyarakat Peduli Amal dan Kebajikan (KOMPAK), Iwan Hartono Alam yang datang bersama istrinya.
Acara Basuh Kaki dan Phang The
Di meja lain terlihat juga Anggota DPRD Sumut, Rudy Hermanto, Anggota DPRD Medan Medan, Wong Tjun Sen, Ketua PINTI Sumut, Nurni Angsana, Sekretaris Perhimpunan INTI Sumut Johny Sia dan lain-lain. Ketua Walubi Sumut, Brilian Moktar, Ketua Dewan Pembina Yayasan TABA, Kentjana Salim (Biebie) dan Ketua Panitia Pelaksana festival, Tony terlihat hilir mudik menyalami para tamu.

Tak lama, muncul Wakil Ketua I PB Wushu Indonesia (WI) Iwan Kwok bersama ibu, adik dan saudara istrinya. Iwan Kwok lalu mendekati tempat duduk Master Supandi Kusuma, menyalami tokoh senior wushu Indonesia itu, bertegur sapa dan saling berbagi kabar. Setelah itu, bersama ibu dan saudaranya, ia turun ke bawah, menuju ke tempat dilangsungkannya acara basuh kaki dan
Phang The (menyajikan teh).
Acara basuh kaki dan phang teh, bersifat suka rela. Tak ada kewajiban bagi peserta festival. Semata atas kesadaran diri. Dipandu petugas yang menyediakan baskom dan kain pembersih, Iwan Kwok lalu duduk jongkok di depan ibunya yang duduk di kursi. Ia lalu menyorongkan baskom berisi air hangat ke kakinya ibunya dan mulai membasuh. Setelah itu dengan menggunakan kain lap ia mengeringkan kedua kaki ibunya. Iwan Kwok lalu melakukan soja dengan mencium kaki ibunya. Kemudian ia menghidangkan secangkir teh kepada ibunya, yang setelah meneguk lalu memeluk putranya.
Antusiasme Peserta
Festival Chongyang atau juga dikenal sebagai Double Ninth Festival, atau perayaan Sembilan ganda, adalah perayaan hari raya orang Tionghoa yang jatuh pada hari kesembilan bulan kesembilan kalender lunar atau bertepatan tanggal 4 Oktober 2022 dalam kalender Masehi.

Inti perayaan chongyang adalah ajaran bakti anak kepada orang yang lebih tua dan terutama orang tua. Festival dibuka dengan doa dipimpin Suhu Gu Zhen dan kata sambutan dari Ketua Panitia Pelaksana, Tony, Ketua KOMPAK, Iwan Hartono
Alam dan Ketua Walubi Sumut, Brilian Moktar. Festival dimeriahkan sejumlah penyanyi seperti Margerry, Yenny Kho, Tomi Lim dan William Tandean. Ada juga pertunjukan tari modern dari Happy Dance Linda Muliawan, prmbacaan puisi Tang Wo Lau Lek oleh Francisca dan Chesylia, serta tari Tor-tor dari para lansia penghuni panti. Peserta festival juga dihibur oleh atraksi barongsai dari Tim Barongsai TABA.
Bukan sekali ini Yayasan TABA menggelar festival Chongyang. Hampir setiap tahun sejak 2017, Yayasan TABA menggelar acara yang sama, kecuali saat Pandemi Covid-19.

“Tapi kali ini peserta yang datang di luar dugaan kami. Ini hampir mencapai seribu orang, dua kali lipat undangan yang disebar,” ujar Dr. Tony, M.Kn., Rasa terkejut atas antusiasme peserta festival juga diungkapkan Brilian Moktar dan Iwan Hartono Alam.
Tony mengatakan festival chongyang atau sembilan ganda, dalam Bahasa Mandarin disebut jiu-jiu’, artinya lama-lama, abadi. Menurut notaris dan dosen Pascasarjana USU Medan ini, hal ini berhubungan dengan harapan bahwa orang-orang tua atau lansia akan mendapat kesehatan dan umur panjang.
‘Festival chongyang dirayakan dibeberapa negara, bahkan orang-orang bule, kalau kita lihat youtube, juga iku merayakan hari lansia,” ujarnya. Namun tragisnya, Sebagian orang Tionghoa, si pemiliki budaya tersebut justru melupakannya.
Pendidikan Karakter
“Festival Chongyang karena itu jadi media penting bagi anak-anak muda atau orang tua yang belum pernah melihat dan belum tahu tentang acara basuh kaki dan phang the dari anak kepada orang tua,” ujar Iwan Kwok. Setelah mereka tahu dan melihat acara basuh kaki dan phang teh, diharapkan pada festival tahun depan, mereka akan tergerak untuk membawa saudara, atau teman lain ke festival chongyang. Ibarat bola salju yang terus menggelinding, dengan begitu akan semakin banyak orang menjadi tahu atau diingatkan Kembali budaya luhur yang mengajarkan ajaran bakti anak terhadap orang tua.

Chongyang.
Namun menurut Iwan Kwok acara basuh kaki dan phang teh, hanya sekadar simbol bakti anak kepada orang tua. Dalam kehidupan sehari-hari banyak wujud bakti, anak kepada orang tua. Ia memberi contoh jika orang tua orang tua punya keluh kesah, anak wajib membantu mencari jalan keluarnya.
“Tapi sekarang justru terbalik. Kadang kalau orang tua ada masalah, anak justru menceramahi, bukan cari solusi,” katanya. Bakti anak terhadap orang tua juga dilakukan setiap hari.
Karena Akan Jadi Orang Tua
Iwan Hartono Alam menegaskan bahwa anak-anak muda wajib berbakti kepada orang tua yang telah melahirkan, membesarkan dan mendidik mereka hingga mereka bisa jadi apa saja seperti sekarang.
“Dan lagi anak-anak muda suatu saat juga akan jadi orang tua, karena itu mereka juga harus tahu perayaan chongyang dengan ritual basuh kaki dan phang teh,” katanya.
Menurut Iwan Hartono Alam, bakti anak terhadap orang tua merupakan ajaran turun temurun yang sudah berusia ribuan tahun. Ia lalu menyebut kata hao atau hsiao, yang artinya bakti. Kata tersebut dirangkai dengan dua buah aksara yang masing-masing berarti ‘tua’ dan ‘anak’. Letak dua aksara itu menggambarkan sosok orang tua yang didukung oleh seorang anak.
Sayangnya ajaran luhur itu, begitu ujar Sekretaris Yayasan TABA, Alfian Salim, sudah banyak dilupakan anak-anak muda. Berbagai konten audio visual yang dibawa teknologi komunikasi digital, telah membuat banyak anak muda abai terhadap budaya luhur yang diwariskan leluhur mereka. Di sisi lain, akibat disibukkan urusan bisnis dan pekerjaan, orang tua pun kadang juga ikut lupa atau melupakan.
“Padahal di sekolah, mata pelajaran pendidikan budi pekerti juga sudah tidak diajarkan lagi. Saya sendiri hanya mengalami sampai kelas 4 SD saja,” ujar Alfian Salim, Kasek SMP Bodhicitta 2013-2018 yang kini mengelola Bimbel Qualifa.
Itu artinya jika di sekolah dan di rumah pun anak-anak pun tidak mendapat Pendidikan karakter, lalu bagaimana mereka bisa menyangi orang tua mereka?
“Festival chongyang karena itu ibarat alarm bagi kita semua agar tidak melupakan kebudayaan kita yang banyak mengandung ajaran moral atau pembentukan pendidikan karakter kita,” ujar Brilian Moktar. (J. Anto)