Agama dan Kesejahteraan Kurangi Kejahatan
Oleh: Iqbal Nasution Masyarakat KotaMedan resah dan merasa terusik keamanan mereka, karena seringnya aksi-aksi perampokan yang berlangsung sejak awal 2013, hingga kini. Maraknya peristiwa kriminal ini, membuat warga takut keluar rumah, terutama kaum hawa, pada malam hari.
Perampokan yang terjadi berulang-kali itu, tergolong sadis, pasalnya, tersangka tak segan-segan melukai, bahkan membunuh korbannya yang kebanyakan perempuan. Mengutip apa yang dikatakan Anggota DPRD Sumut, Brilian Moktar, SE, MM di Analisa beberapa waktu lalu, suasana yang meresahkanwarga, mengakibatkan Kota Medan berpotensi menjadi kota hantu saat malam tiba.
Ketua Gema Budhis, Wong Chung Sen Tarigan usai membacakan kebulatan tekad pemuda pada Deklarasi Pilkada Damai Pemuda Kota Medan yang disaksikan seluruh elemen kepemudaan di Balai Raya Tiara Convention Center Medan, Senin malam lalu menyebutkan, rawannya kejahatan di ibukota Provinsi Sumut, mendapatkan citra buruk, karena terkesan pembiaran, apalagi saat ini masyarakat Sumut menggelar pesta demokrasi. Dalam hal ini, dia melihat pengamanan dari pihak polisi masih lemah.
Dengan maraknya perampokan menjelang Pilgubsu, ada indikasi untuk meciptakan suasana yang rusuh di masyarakat. Untuk itu, KNPI Medan bertekad mengerahkan seluruh potensi, guna mengawal proses Pilkada Sumut agar berjalan jujur, adil dan demokratis.
Selain itu, menciptakan seluruh tahapan Pilkada terlaksana tanpa kekerasan, kecurangan dan diskriminasi. Peningkatan keamanan, hendaknya jangan hanya saat pelasanaan Pilgubsu tapi seterusnya, sehingga masyarakat tidak ketakutan dalam hidupnya sehari-hari.
Pihaknya berharap dalam acara piligubsu ini, berjalan damai. Selain itu, masyarakat diminta agar tidak berpenampilan terlalu mewah karena bisa mengundang kejahatan, terutama perampokan.
Selanjutnya, Pemko Medan melalui lurah-lurah, hingga lingkungan-lingkungan untuk mengaktifkan pos keamanan lingkungan (kamling). Dengan demikian, pengamanan tidak hanya tugas kepolisian, namun pemerintah dan masyarakat turut bersinergi dalam menciptakan suasana aman, tandasnya.
Senada dengan itu, Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Medan, Hendra Hidayat menambahkan, penyebab tingginya kriminalitas di Kota Medan disebabkan kejahatan kecil yang dibiarkan dan tidak dituntaskan hukumannya oleh pihak yang berwajib.
Menurutnya, polisi sebagai penanggung-jawab keamanan harus bertindak tegas. Kebanyakan dalam setiap aksi perampokan, penjahat mengendarai sepeda motor yang diduga hasil pencurian.
Untuk itu, dalam masalah perampokan ini, polisi juga harus menangkap penadah barang-barang hasil rampokan, termasuk oknum polisi dan TNI yang membekingi penadah, bahkan sebagai penadah motor curian.
Hendra Hidayat mengimbau, polisi jajaran Polresta Medan dan Polres Pelabuhan Belawan, agar tidak menolerir para perampok. Untuk mengatasi keamanan, polisi diminta meningkatkan patroli rutin terutama pada malam hari.
Selain kepolisian, Pemko Medan diminta turut berperan mengatasi keamanan dengan meningkatkan program siskamling.
Bukan hanya sekitar pemukiman warga, namun di lokasi-lokasi yang rawan tindak kejahatan, seperti di jalan raya, pusat perbelanjaan dan keramaian lainnya.
Menurutnya, meningkatnya angka kriminalitas harusnya menjadi perhatian berbagai pihak karena banyak faktor demografi yang perlu dikaji dengan seksama, terutama masalah kebutuhan ekonomi yang tak selesai dan tingkat pengangguran serta rendahnya pendidikan, tandasnya.
Kesejahteraan
Kondisi ini, patut untuk dipertanyakan latar belakang maraknya perampokan. Secara teori sosial, semakin sejahtera seseorang, kecil keinginan untuk berbuat kriminal.
Dalam hal ini kriminal yang dimaksud, yaitu kejahatan jalanan seperti perampokan, pencurian dan perkosaan yang selalu menimbulkan persepsi tidak aman ditengah-tengah masyarakat. Salah satu tujuan dibentuknya negara ini, sebagai upaya melindungi masyarakat dan seluruh tumpah darah Indonesia.
Pemerintah memiliki peran penting dalam hal ini dan bertanggung-jawab atas fungsinya sebagai social defence (perlindungan masyarakat). Dengan demikian, pemerintah harus berupaya memajukan social welfare (kesejahteraan masyarakat).
Pembohongan Publik
Kesejahteraan sosial bukan hanya dilihat dari angka-angka, karena ternyata data pun bisa dipalsukan. Seorang tokoh pengusaha nasional, Hashim Djojohadikusumo pada saat perayaan Imlek 2564 di Medan menuding, pemerintah melakukan pembohongan publik.
Adik kandung Prabowo Subianto ini mengatakan, data dari pemerintah menyatakan tingkat kemiskinan 13 persen, tapi ternyata persentase ini, bohong. Menurutnya, angka kemiskinan mencapai 50 persen, bahkan data dari Bank Dunia menyatakan, 120 juta rakyat Indonesia belum sejahtera.
Di hadapan puluhan pengusaha Medan, ia mengimbau agar para pengusaha meningkatkan pendapatan karyawan-karyawan mereka, sebab jika rakyat sejahtera, maka pengusaha juga yang diuntungkan. Dengan meningkatnya kesejahteraan rakyat, tentunya mereka dapat mengkonsumsi berbagai macam produk yang ditawarkan dunia usaha, sehingga pengusaha semakin kaya.
Selain itu, jika setengah dari penduduk negeri ini, berhasil disejahterakan, maka tingkat keamanan dengan sendirinya semakin baik, karena tidak ada lagi kecemburuan sosial.
Agama
Selain faktor kesejahteraan, relegius (agama) juga turut mempengaruhi. Teorinya, tingginya religius seseorang maka semakin kecil pula orang tersebut berbuat kejahatan.
Data dari salah satu situs, Ranker mempublikasikan, Negera Burkina Faso, Mali, Syria, Cambodia dan Yaman, menempati peringkat teratas berdasarkan angka kejahatan terendah, padahal kelima negara ini, tergolong negara-negara miskin di dunia. Dalam perspektif ini, faktor rendahnya kesejahteraan bukan penentu kecenderungan perilaku kriminal masyarakatnya.
Fakta lain, kelima negara ini mayoritas rakyatnya memeluk Agama Islam dan Buddha. Dari perspektif ini disimpulkan, bangsa mayoritas Islam dan Buddha cenderung rendah angka kriminalnya.
Selain faktor kesejahteraan dan agama penentu rendahnya angka kriminalitas, homogenitas etnis, tingkat kesenjangan pendapatan antar kelompok masyarakat, norma tradisional (di luar agama) yang berlaku, populasi aparat penegak hukum (polisi), tingkat ketegasan penegakan hukum merupakan varibel penting yang harus diperhitungkan untuk memastikan penyebab rendahnya kejahatan jalanan.