Kriminal Ancaman Masyarakat

Aksi penembakan yang menyebabkan tewasnya pasangan suami istri Wie To dan Dora Halim serta melukai putra bungsu serta seorang baby sistem di Jalan Akasia I No. 50 Lingkunan VII Kelurahan Durian Kecamatan Medan Timur Brilian meminta pihak kepolisian untuk mengungkapkan dan menangkap pelaku penembakan. Permintaan ini disampaikan saat menjenguk korban di Balai Sosial Angsapura Medan, Rabu 30 Januari 2010.
“Selaku anggota DPRD kita sangat berharap kasus pembunuhan sadis ini dapat segera diungkap aparat kepolisian,” kata Brilian .
Kasus pembunuhan yang mempegunakan senjata api merupakan yang ketiga terjadi di wilayah hukum Polresta Medan. Kurang dalam setahun terakhir. Dua kasus lainnya yakni kasus perampokan di Banks CIMB Niaga dan kasus penyerangan terhadap Mapolsek Hamparan Peran dan menewaskan aparat kepolisian.
Brilian meminta Polda Sumatera Utara kembali mengaktifkan razia rutin senjata api dan senjata tajam untuk memberi rasa aman di tengah-tengah masyarakat. Kegiatan patroli dengan menggunakan sepeda motor seperti yang pernah dilakukan aparat Satuan Brimob Polda Sumatera Utara kembali digalakkan untuk menambah rasa aman di tengah-tengah masyarakat.
Pemerintah kota Medan dan juga pemerintah kabupaten/kota di Sumatera Utara diharapkan dapat membantu aparat kepolisian terutama menyangkut dana oparesional.
“Kota Medan sebagai ibu kota provinsi merupakan barometer keamanan di daerah ini. Jangan sampai kasus-kasus seperti ini kembali terulang, sehingga orang takut datang ke Sumatera Utara ini,” katanya.
Rasa aman merupakan salah satu faktor terpenting yang menjadi pertimbangan bagi orang-orang yang berniat datang ke suatu daerah. Bagaimana mungkin orang mau datang untuk berinvestasi atau sekadar berwisata ke Sumatera Utara kalau kondisinya tidak aman.
Aksi kejahatan di jalanan terjadi kembali. Lima orang yang diduga geng motor mencoba merampok pengemudi Xenia di Jalan Juanda Medan, Kamis 3 Januari 2013. Namun pengemudi melakukan perlawanan dan menabrak pelaku sehingga dua do antaranya tewas dan lainnya luka-luka.
Pengemudi mobil menabrak kawasan perampokan di Medan beberapa waktu lalu tak pantas mendapat hukuman atau sanksi pidana lainnya. Apalagi peristiwa itu bukan atas keinginnya melainkan spontan sebagai upaya agar tidak jadi korban perampokan.
Brilian Moktar kepada wartawan Selasa 8 Januari 2013 mengatakan penegak hukum terutama kepolisian harus menyadari tindakan tersebut upaya menghindari dari peristiwa perampokan yang dihadapi pengemudi. Bahkan menurutnya apresiasi patut diberikan kepada pengemudi mobil itu atas keberaniannya memberi perlawanan terhadap ancaman perampokan yang dihadapinya. Sedangkan tewasnya dua dari kawasan tersangka, kata Brilian merupakan resiko yang pantas berlaku terhadap pelaku kejahatan.
“Seharusnya penegak hukum merasa malu karena peristiwa itu dapat menjadi gambaran jika Kota Medan sudah tidak aman lagi, sehingga perampok dapat merajalela di jalan raya, apalagi kejadian tersebut di jalan protokol.
Brilian khawatir, kepolisian justru menjadikan pengemudi mobil itu sebagai tersangka tabrak lari. Padahal banyak yang tahu peristiwa itu merupakan pembelaan diri dari perampokan dengan adanya barang bukti yang disita dari kejadian dan ada pelaku yang melarikan diri.
“Masa orang membela diri dari kejahatan di pidana? Kalau pun pelaku kejahatannya tewas, itu naas,” tegas Brilian.
Jika pengemudi dijadikan tersangka, sangat dikhawatirkan ke depan tidak ada lagi masyarakat berani membela diri dari kejahatan yang dialaminya dan jika hal itu terjadi maka bisa dipastikan berbagai tindakan kejahatan akan semakin menjamur karena penjahat mendapat angin segar untuk menjalankan aksinya.
Kota Hantu
Peristiwa perampokan tiap hari terjadi di Kota Medan, terutama di ruas jalan tertentu seperti di Jalan Sutomo, Jalan Cemara, Jalan Thamrin, Jalan Wahidin bahkan di jalan protokol sekalipun. Maraknya perampokan itu sangat mengkawatirkan karena membuat masyarakat menjadi takut untuk keluar rumah, terutama pada malam hari.
Karena banyak masyarakat yang takut keluar rumah, akhirnya Medan berpotensi menjadi ‘Kota Hantu’, Kara Brilian kepada wartawan, Rabu 20 Februari 2013.
Setelah peristiwa perampokan yang dialami Tini yang tewas setelah dirampok di Jalan Ahmad Yani pada perayaan Imlek 2013, Brilian setiap hari menerima SMS maupun telepon yang menyampaikan peristiwa perampokan. Brilian berusaha meyakinkan masyarakat bahwa perampokan itu belum dapat menjadi indikasi jika Kota Medan tidak aman.
Bila peristiwa parampokan itu terus terjadi, apalagi berulang-ulang di lokasi tertentu masyarakat menjadi sulit diyakini. Apalagi masyarakat mengetahui kawanan perampok yang berkeliaran di Kota Medan cukup ganas dan pernah menikam korbannya hingga tewas.
Dari laporan masyarakat yang diterima Brilian, rata-rata korban yang menjadi sasaran perampok itu adalah perempuan, terutama yang berkenderaan sendiri dan di malam hari. Jika dikaji secara jujur kata Brilian, peristiwa perampokan di Kota Medan banyak terjadi tetapi tidak keseluruhannya mencuat ke atas atau dilaporkan ke pihak kepolisian. Tidak sedikit ditemukan keluarga korban perampokan hanya mendiamkan saja karena yang dialaminya karena keenggannya berurusan dengan pihak kepolisian.
Brilian mengingatkan polisi di jajaran Polresta Medan dan Polres Pelabuhan Belawan agar tidak lagi memberikan toleransi dengan perampok. Kalau perlu, bentuk lagi tim pemburu perampok seperti yang dilakukan mantan Kapoltabes Medan Kombes Pol. Irawan Dahlan dengan membuat tim pemburu pereman.
Ini dilakukan agar Kota Medan sebagai ibukota Provinsi Sumatera Utara mendapatkan citra sebagi kota perampok, karena kesan membiaran terhadap perampok.
“Sebagai pemangku amanat di bidang keamanan, polisi harus berdiri di depan. Jangan mengendorkan tugas dengan dalil geng motor,” kara Brilian
Brilian juga mengharapkan Pemko Medan terlibat dengan mengerahkan aparatur yang ada untuk meningkatkan pengamanan di jalan raya. Pemko Medan jangan hanya mengandalkan program siskamling karena target pengamananya hanya sekitar pemukiman warga. Sedangkan perampokan sering terjadi di jalan raya.
Aspek lain yang tidak kalah penting, pihak kepolisian harus memihak masyarakat yang menjadi korban atau bakal menjadi korban perampokan dengan melindungi keselamatan, keamanan dan haknya di depan hukum. Dari laporan yang didapat dari masyarakat, tidak jarang pihak kepolisian justru berpihak kepada orang yang diduga kawasan perampok yang celaka, akibat korbannya memberikan perlawanan.
Seperti peristiwa yang pernah terjadi pada akhir tahun 2012 di kawasan Jalan Cemara. Ketika salah seorang warga yang kaca mobilnya pecah di lempar kawanan perampok malah dijatuhi hukuman karena ketika mengejar, menabrak pelaku yang menggeram mendadak.
“Aneh sekali, perampok seperti dilindungi UU. Sepertinya warga tidak boleh melawan kalau dirampok. Kalau begitu terus, warga akan takut keluar rumah, akhirinya Medan akan menjadi kota hantu,” kata Brilian.
Penyebab tingginya angka kejahatan disekitar Kota Medan, akibat minimnya petugas keamanan dalam mengantisipasi tindak kejahatan yang terjadi khususnya disekitar pasar tradisional dan tempat-tempat perbelanjaan.
Padahal lokasi pasar tradisional dan tempat-tempat perbelanjaan, merupakan lokasi transaksi jual beli para pedagang dan membeli yang didominasi para ibu-ibu rumah tangga, mereka (ibu-ibu red) kerap menjadi korbannya.
Seperti yang terjadi pada korban bernama Ang Soi Cun umur 64 tahun. Kejadiaan naas tersebut terjadi di Jalan Gajah Mada depan toko kedai sampah Tono. Dari kejadian tersebut korban yang kena rampok meninggal dunia di ruang ICU semalam. Dari keterangan kerabat korban, Ang Soi Cun dirampok di atas becak sampai dirinya terjatuh, sehingga harus dirawat di rumah sakit.
“Ini contoh kecil tindak kejahatan perampokan yang telah menelan korban jiwa, dimana korbannya seorang ibu,” kata Brilian.
Brilian menilai, hampir semua pasar tradisional tidak ada keamananya. Memang ada security, tapi apa yang dijaga mereka. Sedangkan para pedagang membayar uang keamanan, tapi saya gak tahu apa yang dijaga mereka. Apakah mereka hanya menjaga barang si pedagang.
Dia berharap, pengamanan yang dilakukan bukan saja dilokasi pasar, tapi harus ada jarak radius yang perlu dilakukan di areal pasar. Hal ini dilakukan demi mendukung pengamanan yang lebih efektif, sehingga mampu menakan angka kejahatan.
Sudah banyak kejadian serupa yang terjadi. Ini membuktikan, kriminalitas di kota-kota khususnya Medan sudah sangat rawan. Perampokan, maling motor dan pencongkelan rumah kerap terjadi dan kejahatan seperti itu tak kenal tempat.
“Saya yakin, setiap warga membayar uang bulanan keamanan bagi pengawasan dilingkungannya masing-masing, seperti hansip dan pos kamling, namun kenapa pengamanan bagi warga belum juga terjamin,” ungkap Brilian.
Menjadi pertanyaan efektifkah melapor kepolisi, seperti perlu kita pikirkan selain melakukan hal tersebut. Alangkah baiknya, apabila kita bisa menjadi polisi unbtuk diri sendiri. Brilian juga meminta kepada pihak kepolisian di daerah pasar tradisional untuk meningkatkan keamanannya seperti pasar Rame, Pasar Beruang. Sebab, daerah pasar itulah yang rawan perampokan. “PD pasar harus semakin pro aktif dan bekerjasama dengan Polisi Sektor (Polsek) setempat untuk menjaga keamanan di setiap wilayah pasar tradisional guna untuk menimalisir kondisi pasar menjadi lebih baik lagi ke depan,” pungkas Brilian.
Kejadian kriminal dialami Sharley berupaya mempertahankan tasnya dari perampokan di Jalan S. Parman Medan. Akibatnya, wanita berusia 21 tahun itu terbanting dari boncengan ke aspel.
Dikatakan Johanes, Sharly merupakan salah satu korban kejahatan di jalan raya. Waktu itu Sharley baru pulang dari Bank Ekonomi tempatnya bekerja. Dia di bonceng temannya melintas di Jalan S. Parman sekitar pukul 19.00 WIB. Tiba-tiba sebuah sepeda motor mendekat dan menarik tasnya dan kabur menyelinap dari sisi padatnya kenderaan. Begitu penjelasan warga Kompleks Serba Guna di Jalan Serba Guna, Brayan Helvetia.
Kepada wartawan, saat mengunjungi Sharley di ICU RS Materna, Senin 21 Oktober 2013. Brilian menilai, kejahatan di jalanan masih kerap terjadi. Seharusnya pihak kepolisian menyebar petugas ke kawasan yang rawan perampokan. Masalah seperti ini sudah lebih sepuluh kasus. Seharusnya petugas memberikan pengamanan yang cukup sehingga masyarakat merasa nyaman.
Medan sebagai ibukota Provinsi Sumatera Utara merupakan barometer yang harus menjadi perhatian dalam hal kenyamanan warga. Kejahatan di jalan kerap terjadi saat jam sibuk dan subuh.
“Kita beharap besar kepiawaian polisi dalam memetakan wilaah rawan dan menugaskan personelnya di titik dan jam tersebut,” kata Brilian.
Maraknya tindak kriminal karena penegak hukum tidak memberikan efek jera kepala pelaku, sedangkan pihak kepolisian tidak mampu bertindak tegas seperti memerintahkan’tembak’ di tempat bagi pelaku tindak kriminal.
“Kita prihatin dengan tindak kriminal yang terjadi di Kota Medan. Banyak sudah menjadi korban, bahkan hingga merenggut nyawa. Tetapi, tetap saja tidak berkurang. Mungkin karena polisi merasa tidak adanya korban yang melapor,” ucap Brilian kepada wartawan, Sabtu 16 Nopember 2013.
Tidak ada korban melapor karena dengan adanya Permen Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyelesaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP. Dalam Perma tersebut tindak pidana dibawa Rp. 2,5 juta tidak ditahan.
“Ini penyebab korban tidak mau melapor, padahal banyak sekali tindak kriminal. Sejumlah polisi yakin di Jalan Asia, Jalan Sumatera, Jalan Madong Lubis, Jalan Industri, Jalan Thamrin dan Jalan S. Parman,” kata Brilian.
Aspek hukum yang tidak tegas yang menerima laporan dari keluarga korban, terjadi perampokan di Jalan Cokro Aminoto Simpang Jalan Sampali. Pelaku dipenjara 15 bulan. Setelah keluar dari penjara, pelaku merampok lagi dan tertangkap dan keluar penjara lagi kira-kira 3 bulan yang lalu.
“Ironisnya pelaku perampokan masih berani mengancam keluarga pelapor dan saat ini menjadi target operasi (TO) polisi karena melakukan aksi tindak pidana lagi. Seharusnya kasus seperti ini pelakunya harus ditembak di tempat dan hakim pun harus memberikan hukuman yang berat karena pelaku sudah melakukan berulang kali, bukan malah memberikan hukuman yang lebih ringan,” ucap Brilian.
Brilian mengaku prihatin atas kondisi ini. Diduga ada oknum penagak hukum yang memback up pelaku. “Saya berharap Kapoldasu Irjen Pol Syarief Gunawan harus memberikan perhatian serius karena selama bertugas di Sumatera Utara belum memberikan prestasi yang baik.
Persoalan gang motor yang marak terjadi Brilian meminta pihak Polresta Medan bekerjasama dengan Muspida seperti pemerintah kabupaten/kota mengeluarkan statement bahwa rombongan sepeda motor harus memiliki izin. Jadi, kalau dia bergerombolan harus meminta izin, jika tidak ada izin harus ditangkap, karena sudah termasuk menggerakkan massa. Untuk hal ini bisa dibuat peraturan daerah (Perda).
Banyak sudah korban kebiadaban geng motor antara lain wartawan ketika pulang kerja malam hari sepeda motor dirampok dan juga wartawan yang mobilnya dihancuri. Banyak lagi korban, tetapi tetap tidak ada pelakunya yang tertangkap.
Brilian meminta pihak kepolisian harus tegas dan jika perlu perintah tembak ditempat. Perintah ini sudah pernah diperintahkan Kapoldasu tetapi belum ada korban tembak. Selain itu, polisi diminta terus melakukan razia di sarang-sarang geng motor, sarang narkoba dan sarang tindak kriminalitas lain.
Satpol PP diminta tetap melakukan operasi cinta terhadap siswa. “Saat jam-jam belajar siswa harus dirazia semua tidak boleh berada di mall maupun di warnet-warnet. Razia ini jika perlu harus diback up polisi dari polsek-polsek. Di daerah pinggiran, Polisi Masyarakat (Polmas) untuk lebih mendekatkan diri kepada tokoh-tokoh sebagai bentuk preventif.
Apresiasi
Brilian memberi apresiasi terhadap jajaran Polresta Medan yang telah berhasil melumpuhkan pelaku tindak kejahatan dengan timah panas.
“Saya atas nama pribadi maupun partai memberikan apresiasi terhadap jajaran Polresta Medan yang sudah meringkus para pelaku tindak kejahatan,” ungkap brilian kepada wartawan, Kamis 11 Nopember 2013.
Brilian memberikan dukungan kepada petugas yang melakukan tindakan tembak ditempat bagi pelaku tidak kejahatan. Itu sudah sangat wajar dilakukan petugas, karena belakangan ini pelaku tindak kejahatan sudah meresahkan warga Kota Medan. Apalagi pelaku tindak kejahatan itu tidak segan-segan melukai korbannya hingga harus mendapatkan perawatan di rumah sakit. Itu sudah seharusnya dilakukan petugas dalam menangkap pelaku kejahatan dengan melakukan tembak ditempat untuk membuat efek jerah terhadap para pelaku. Kepada petugas kepolisian dan jaksa untuk memberikan hukuman seberat-beratnya kepada para pelaku tindak kejahatan yang sudah melakukan tindak kejahatan berulang kali.
Selama ini para pelaku tindak kriminal diberikan hukuman yang sangat ringan sehingga tidak memberikan efek jera terhadap pelaku.
Brilian meminta Kapoldasu untuk mengajukan kenaikan status Polresta Medan menjadi Polrestabes Medan kepada Kapolri. Permintaan ini disampaikan Brilian kepada wartawan Senin 13 Januari 2014 pada melakukan kunjungan ke Mapolsekta Medan Area.
Permintaan kenaikkan status dengan alasan jumlah penduduk Kota Medan yang mencapai angka 2,8 juta jiwa tidak memungkinkan dengan sttus Polresta yang hanya memiliki 2000 personil. Berarti satu personil mengawasi 14 ribu orang. Ini tidak memungkinkan dan harus mendapat perhatian khusus dari pimpinan kepolisian.
Brilian membandingkan salah satu kota yang pendudukan separuh dari Kota Medan yakni Kota Semarang memiliki status Polrestabes dengan jumlah 4000 personil. Ini harus menjadi perhatian karena jumlah personil yang minim tidak memungkinkan untuk keamanan yang maksimal.
Bila status ini tidak segera dinaikkan niscaya Kota Medan tidak akan aman dari dari aksi tindak kejahatan. Kapoldasu segera mengajukan permohonan kenaikkan status tersebut kepada Kapolri untuk menekan angka tindak kejahatan belakangan ini marak terjadi.
Pemerasan
Tindak kejahatan tidak hanya dilakukan masyarakat. Oknum kepolisian tidak luput dengan melakukan pemerasan. Beberapa korban pemerasan oknum Satuan Sabhara Polresta Medan Brigadir M dan Briptu HS mengadu dan meminta bantuan hukum ke Biro Bantuan Hukum (BBH) DPD PDI Perjuangan Sumatera Utara Sabtu 12 Januari 2013.
Disampingi Brilian dan sejumlah fungsionaris PDI Perjuangan, warga pertama yang mengadu adalah Yamin Gozali (49) warga Kelurahan Sunggal yang anaknya diperas dua oknum polisi dengan dalil tuduhan mesum dan ditelanjangi untuk difoto. Yamin menjelaskan anak perempuannya DS (15) dan teman sekolahnya ALG (17) sedang jalan-jalan di kawasan Ringroad Minggu 6 Januari 2013 malam. Kemudian mobil yang dikenderai anaknya tersebut dihentikan dua oknum polisi.
Dalam mobil, DS dan ALG dituduh telah melakukan mesum dan akan dimasukkan ke penjara. Lalu dua oknum polisi memaksa anaknya dan temannya untuk membuka baju dan celana sambil berciuman.
Karena tidak mau kata Yamin. Akhirnya oknum polisi mengancam akan menembak mereka berdua. Karena ketakutan, akhirnya DS dan ALG terpaksa membuka pakaiannya. Lalu anaknya disuruh berciuman dan difoto. Setelah itu, anaknya dan temannya dibawa dengan mobil tersebut sambil diminta uang sebesar Rp. 20 juta agar dilepaskan dari kasus yang dituduhkan terhadap mereka.
Oknum polisi memeriksa ATM milik ALG dan menanyakan duit yang disimpan dalam ATM. Teman anaknya itu bilang ada uang Rp. 15 juta. Lalu polisi marah dan bilang kenapa tidak ngomong dari tadi. Kalau ada duit segitu, kasusunya bisa selesai. Namun ALG tidak mau memberikan uang yang ada di ATM, sehingga keduanya dibawa ke Mako Satuan Shabara Polresta Medan di Jalan Putri Hijau.
Yamin Gozali dihubungi dan disebutkan kalau DS dan ALG telah menabrak mobil polisi. Lalu ia disuruh untuk ke Rumkit di Jalan Putri Hijau. Sesampainya di RS tersebut, dia disuruh ke Mako Satuan Shabara Polresta Medan. Di sana dia melihat ALG hanya menggunakan sarung sedangkan anaknya telah berpakaian. Namun dia geran karena tangan DS dan ALG digari seperti pelaku kejahatan atau tindak pidana. Lalu dia mempertanyakan alasan penggarian tangan anaknya. Yamin juga mempertanyakan kerusakan mobil patroli polisi yang ditabrak ALG dan DS. Oknum polisi tidak mau menunjukkan kerusakan itu. Akhirnya dia mengetahui jika anaknya diperas dan diperlakukan tidak senono oleh dua oknum polisi.
Merasa tidak bersalah dan menjadi korban pemerasan, apalagi DS dan ALG masih di bawah umur, dia tidak bisa memaafkan perbuatan dua oknum polisi tersebut. Keesokan harinya, ia mengadu ke Mapoldasu atas perbuatan dua oknum polisi yang melakukan perbuatan yang sangat memalukan bagi institusi Polisi itu.
Yamin memuji reaksi cepat Bidang Propam Poldasu yang cepat menanggapi laporan atas tindakan memalukan dua oknum polisi itu.
“Sebelum sampai di rumah usai melapor, saya ditelepon kalau dua polisi itu sudah ditahan,” katanya.
Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan Bidang Propam kata Yamin, korban Brigadir M dengan alasan perbuatan mesum dan menabrak mobil polisi ternyata sudah cukup banyak, seperti halnya MKS (57) warga Kelurahan Sidodadi, Kecamatan Medan Timur juga mengaku pernah menjadi korban pemerasan Brigadir M pada pertengahan Desember 2012 ketika melintas di kawasan Ringroad Medan.
Sekitar pukul 20.00 WIB pada pertengahan Desember 2012 mobilnya ditabrak dari belakang yang ternyata mobil patroli polisi. Lalu Brigadir M yang berada di dalam mobil patroli mendatanginya dan menuduh telah merusak fasilitas negara.
MKS dibawa ke Mako Satuan Shabara Polresta Medan di Jalan Putri Hijau dan dibawa ke bagian belakang. Di tempat itu, dia tendang sebanyak dua kali agar mau mengaku dan membayar ganti rugi atas tuduhan penabrakan itu. Padahal ia justru ditabrak dari belakang.
Oknum polisi memaksa untuk membongkar dompet dan HPnya untuk diperikas. Setelah memeriksa isi dompet dan HP, oknum polisi itu justru menuduhnya sebagai bandar togel. Lalu dia dimintai uang Rp. 10 juta agar dapat dilepas.
Karena tidak mengerti hukum dan terus diintimidasi, dia terpaksa meminjam uang temannya untuk membayar permintaan oknum polisi itu.
Aksi pemerasan juga dialami AD (25) warga Kelurahan Pulo Brayan Kota, Kecamatan Medan Barat ketika sedang melintas di Jalan Tol dekat kawasan Cemara bersama teman wanitanya LD pada 16 Desember 2012 sekitar pukul 20.00 WIB.
Menurut AD, mobilnya dihentikan dan disuruh membuka kaca. Setelah itu, ada oknum polisi yang datang dan menyuruh LD duduk di kursi belakang, sedangkan satu polisi lagi duduk di bagian depan. Meski tidak mengetahui nama oknum polisi itu, tetapi salah satu ciri oknum polisi menyerupai Brigadir M.